SOREN AABY KIERKEGAARD

Profil & Pandangan Theologi

────────────────────────────────────────────────

SOREN AABY KIERKEGAARD

I. Latar Belakang

S.A. Kierkegaard, seorang tokoh dalam dunia theologi modern lahir pada tahun 1813. Kehidupan rohani keluarganya cukup baik. Hal itu nampak dari keterbukaan rumah mereka untuk acara ibadah dan nama keluarganya sendiri Kierkegaard yang berari Chruchyard. Hanya ayahnya pernah mengutuki Allah dan sempat menjalin hubungan dengan pelayannya hingga hamil dan terpaksa dinikahinya. Dari pernikahan itu lahir 7 orang anak dan Kierkegaard merupakan anak bungsu. Masa hidup Kierkegaard banyak dihabiskan dalam ketidakbahagian. Ibu dan 5 orang kakaknya berturut-turut meninggal. Ia sendiri cacat dan dalam tulisannya ia mengungkapkan kekwatirannya kalau ia akan mati mendandak.[1]

Seumur hidupnya, Kierkegaard dirongrong kemurungan dan kesendirian. Kierkegaard mempelajari teologi dalam waktu yang lama. Namun setelah lulus ia tidak mau ditahbiskan menjadi pendeta, ia hanya mengabdikan diri lewat tulisan-tulisannya hingga akhir hidupnya pada tahun 1855.[2] Keadaan gereja yang sekuler pada zamannya mendorong Kierkegaard menulis buku yang mengkritik gereja. Ia menemukan praktek hidup orang Kristen berlawanan dengan prinsip kristiani yang rela menderita dan miskin. Baginya ibadah di gereja seumpama perkumpulan angsa-angas musiman yang manggut-manggut dan kemudia terbang kembali.[3]

II. Pandangan-pandangan Theologianya

1. Allah

Menurut Kierkegaard ada suatu kesenjangan yang tak terhingga antara waktu dengan kekekalan, antara yang terbatas dengan yang tak terbatas, antara manusia dengan Allah. Allah adalah ‘Yang Tidak Dikenal.’[4] Selanjutnya ia mendefenisikan Allah demikian: ‘Allah adalah yang lain sama sekali’ dan ‘yang rupa-Nya bertentangan’ (tidak dalam diri-Nya tetapi terhadap manusia yang terbatas). Pertemuan dengan Allah hanya mungkin secara subjektif dan tidak mempunyai suatu sebab yang langsung masuk akal, melainkan harus ditangkap dengan lompatan kepercayaan.[5]

Pemikiran Kierkegaard bahwa Allah tidak masuk akal manusia yang terbatas dipengaruhi oleh filsuf Immanule Kant. Dia mengatakan: ‘Kalau Allah tidak ada, tidak mungkin membuktikan hal itu; dan kalau Dia ada, usaha membuktikan-Nya adalah usaha yang gila.’ Akal yang penuh semangat mengenal-Nya hanya akan berbenturan dengan Dia secara paradoks dan manusia akan bingun sendiri.[6]

2. Kristus

Kierkegaard percaya bahwa Yesus adalah tokoh sejarah dan kebangkitan-Nya adalah peristiwa sejarah pula. Tetapi ini hanya dipegang sebagai kebijaksanaan pribadi.[7] Keyakinannya itu semakin jelas lewat uraiannya tentang penjelmaan Kristus untuk menjembatani Allah Yang Tidak Dikenal dengan manusia.

Menurutnya kesenjangan antara Allah dengan manusia dapat dijembatani oleh Allah sendiri lewat inkarnasi Yesus. Dalam Yesus Allah menyatakan diri tetapi sifatnya terselubung. Hanya oleh mata iman, Allah nyata dalam Kristus. Jadi tidak ada keuntungan khusus bagi mereka yang sezaman dengan Yesus jika tidak memiliki iman ini. Mereka yang ‘sesungguhnya’ sezaman dengan Yesus adalah yang memiliki iman di dalam Dia. Kesimpulannya adalah pengetahuan historis tentang Yesus praktis tidak penting lagi.[8]

3. Alkitab

Menurut Kierkgaard Alkitab tidak ditulis oleh para penulis asli, tidak membentuk kesatuan dan tidak diilhami. Ia melihat Alkitab sebagai hal yang subjektif. Secara pribadi ia menerima Alkitab sebagai firman Allah, tetapi ia juga memungkiri bahwa kepercayaan tentang ilham mempunyai dasar objektif. Dan ia mengatakan bahwa ilham Alkitab tidak dapat dibantah dan juga tidak dapat diperkuat oleh fakta apapun karena itu hanya gambaran agama dan dalam bidang gambaran fakta tak berarti.[9]

Berkaitan dengan Allah, Kierkegaard mengatakan Alkitab tidak menjelaskan tentang Allah, melainkan hanya menunjuk pada Dia. Dengan demikian Alkitab hanya suatu usaha manusiawi untuk mencapai Allah tetapi tidak pernah mencapai sasaran. Jadi kalau ada yang mau menarik pengetahuan tentang Allah dari Alkitab, Kierkegaard melihatnya seperti seorang yang menjadikan Alkitab sebagai ‘Paus Kertas.’[10]

4. Keselamatan

Kierkegaard percaya bahwa keselamatan terjadi oleh karena Allah terlebih dahulu bekerja dalam hidup manusia, dan itulah yang memungkinkan manusia menjawab panggilan untuk beriman.[11] Namun lewat pemikiran teologianya yang didasarkan pada kebenaran yang subjektif akan terlihat bahwa ia mengutamakan pengalaman pribadi sebagai penentu dari keselamtan. Dengan itu pula bergeserlah inti iman kristiani dari iman kepada Kristus kepada pengalaman pribadi dengan Kristus.[12]

III. Tanggapan

Tulisan-tulisan Kierkegaard yang menekankan eksistensialisme pasti merupakan refleksi dari kehidupannya yang lama menyendiri. Lalu kekecewaannya terhadap gereja yang sekuler pada zamannya telah membentuknya menjadi pengkritik gereja.

Pandangan Kierkegaard tentang Allah, Kristus, Alkitab dan keselamtan menimbulkan pertentangan walaupun tidak seluruhnya salah. Ada bagian-bagian dari pandangannya yang masih sejalan dengan ajaran Alkitab, misalnya tentang inkarnasi Kristus, kebangkitan Kristus yang historis, Alkitab adalah firman Allah dan keselamatan oleh anugerah. Namun ketika Kierkegaard menekankan subjektivitas manusia ia jatuh pada kesalahan yang mengakibatkan bagian-bagian dari pandangannya yang alkitabiah tadi menjadi kabur.

Tidak salah Kiekergaard mendefenisikan Allah sebagai yang lain sama sekali dan yang rupa-Nya bertentangan karena memang dalam kacamata mansuia Allah sangat lain dari manusia. Namun disayangkan ia tidak memahami bahwa Allah yang transenden itu sekaligus imanen sehingga manusia bisa mengenal-Nya (sejauh yang Ia nyatakan). Pertemuan dengan Allah hanya mungkin secara subjektif menurut Kiekergaard, justru akan membuat Allah menjadi relatif, tergantung perasaan manusia. Ia tidak lagi absolute.

Pandagan Kiekergaard tentang inkarnsi dan kebangkitan Kristus yang historis sangat baik. Namun ia melakukan lagi kesalahan ketika itu dipegang hanya sebatas kebijaksanaan pribadi. Ia juga salah melihat hubungan Allah dengan Yesus. Ia memisahkan Allah dan Yesus, akibatnya adalah doktrin Tritunggal tidak diakui.

Pengakuan Kiekergaard akan Alkitab sebagai firman Allah sulit dipahami jika dibandingkan dengan pandangannya yang mengatakan Alkitab tidak ditul;is oleh penulis asli, tidak membentuk kesatuan dan tidak diilhami. Kemudian pernyataannya bahwa Alkitab tidak menjelaskan tentang Allah tetapi hanya menunjuk pada Allah jelas keliru. Ia tidak menyadari bahwa Alkitab sudah berterus terang menjelkaaskan tentang Allah.

Keyakinan Kierkegaard tentang keselamatan yang hanya oleh anugerah sangat alkitabiah namun karena ia memasukan teori kebenaran subjektifnya ke dalam doktrin keselamatan maka keselamtan oleh anugerah itu mulai bergeser. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Kierkegaard mengakui keselamatan oleh anugerah tanpa melepaskan keterlibatan pengalaman manusia utnuk memperoleh keselamtan itu. Dan kalau sudah begitu maka doktrin keselamatannya tidak lagi alkitabiah.

Samuel Novelman Wau, S.Th



[1] Yakub B. Susabda, Teologi Modern, (Jakrta: LRII),hal. 36.

[2] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM), hal. 24.

[3] Susabda, ibid, hal. 38.

[4] Lane, ibid, hal. 234.

[5] Eta Linnemman, Teologi Kontemporer, (Malang: I-3), hal. 54.

[6] Ibid, hal. 56-57.

[7] Ibid, hal. 54.

[8] Lane, ibid, hal. 234-235.

[9] Linnemman, ibid, hal. 55-56.

[10] Ibid, hal. 57-58.

[11] Susabda, ibid, hal. 48.

[12] Ibid, hal. 54.

Comments :

0 komentar to “SOREN AABY KIERKEGAARD”


Posting Komentar