BEKERJA

BEKERJA


I. PENDAHULUAN
Dalam minggu ini Indonesia kembali memprotes Malaysia atas perlakuan kasar terhadap para TKI yang bekerja di negara itu. Terlepas dari persoalan politik kedua negara, satu hal yang perlu kita renungkan dari peristiwa itu yaitu tentang kurangnya penghargaan bagi setiap orang yang bekerja. Padahal setiap orang yang melakukan pekerjaan yang baik apapun namanya itu sudah seharusnya dihargai. Bisa saja jenis pekerjaan yang digeluti tiap-tiap orang berbeda-beda tetapi semuanya sama mempunyai nilai dan itu yang perlu dihargai. Tidak boleh ada perbedaan.

Demikian pula dengan yang diajarkan oleh Alkitab. Di dalam Alkitab dicatat tentang banyak tokoh yang dikenal sebagai pekerja dan atas mereka diberikan penghargaan yang tinggi. Penghargaan itu nampak dari sikap Allah yang memberikan teladan kepada manusia untuk bekerja (Kej 1:1-31). Jika Allah sendiri melakukan hal yang sama, yaitu bekerja maka tidak diragukan lagi bahwa bekerja itu baik adanya dan perlu dihargai.


II. MAKNA BEKERJA
Jika kita buat defenisi sendiri tentang bekerja maka kita bisa saja mengartikannya sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan untuk mencari makan. Tidak bekerja maka tidak makan, itulah hukum alam yang kita pahami dan yang juga ditegaskan oleh Paulus dalam nasehatnya kepada jemaat di Tesalonika. Dan masih banyak lagi arti bekerja yang bisa kita buat menurut pengertian masing-masing. Sementara itu dari Alkitab kita bisa menarik makna bekerja sebagai perbuatan atau karya yang mengelola alam ini sebagaimana yang dikehendaki Allah pada masa penciptaan ( Kej 2:15).

Dari makna bekerja ini sekarang kita bisa mengerti bahwa ketika seseorang melakukan suatu pekerjaan itu semata-mata karena ada dorongan untuk melaksanakan kehendak Allah yang sudah digariskan pada awal sejarah dunia. Bekerja bukan saja didorong oleh keingingan untuk mencari makan. Kalau motivasinya hanya untuk mencari makan, sebenarnya tidak bekerja pun bisa makan (walaupun itu salah), misalnya meminta-minta, mencuri atau memeras.

Jadi ketika kita sedang melakukan suatu pekerjaan biarlah kita sungguh-sungguh menyadari dan berani berkata: ‘Aku sedang melaksanakan kehendak Allah.’ Dengan kesadaran seperti ini juga akan membantu kita untuk menghargai tiap-tiap pekerjaan, apapun itu, yang Tuhan percayakan bagi kita untuk dikelola. Dan dengan penuh percaya diri kita bisa berdiri dan berkata: ‘Aku adalah wakil Allah Pencipta langit dan bumi dalam pekerjaan ini.


III. BEKERJA SEBAGAI PANGGILAN
Berhubungan dengan makna bekerja tadi di atas, sekarang kita akan melihat satu kenyataan lain bahwa bekerja itu merupakan panggilan. Panggilan Allah bukan hanya sebatas perkara-perkara rohani – Allah tidak dibatasi hanya dalam perkara rohani saja. Namun di dalam perkara-perkara sekulerpun (baca: umum) ada panggilan Allah yang harus ditanggapi oleh setiap orang.

Barangkali tidak semua orang bisa mengetahui ini, bahwa Allah memanggilnya dalam pekerjannya masing-masing. Seseorang yang bekerja dan tidak menyadari itu sebagai panggilan bisa saja berpikiran bahwa pekerjaan yang sedang ia gelutin merupakan hasil jerih payahnya sendiri atau sesuatu yang kebetulan diperoleh. Cara berpikir seperti ini jelas-jelas mengeluarkan Allah dari pekerjaan kita. Tetapi apa pun yang menjadi konsep pemikiran manusia, satu hal yang tidak dapat disangkali bahwa Allah punya andil besar dalam pekerjaan kita. Ia-lah yang memanggil dan memberikan kita pekerjaan untuk dikelola menurut kehendak-Nya.

Sebagai bukti nyata bahwa Allah yang memanggil dan menetapkan kita untuk bekerja, yaitu tercatat dalam kisah penciptaan. Setelah Allah selesai menciptakan alam semesta ini selanjutnya Ia memberikan mandat kudus kepada manusia untuk mengelola dan memelihara alam ini (Kej 2:15). Selain itu di dalam perintah keempat dari sepuluh perintah Allah tersirat kebenaran bahwa bekerja merupakan maksuda Allah bagi manusia. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Alkitab yang menegaskan bahwa bekerja sebagai panggilan Allah.

Jikalau Allah yang memanggil kita untuk bekerja maka tentunya itu adalah sesuatu yang baik dan menyukakan kita. Tetapi bukankah kenyatannya saat ini bagi banyak orang pekerjaan sudah menjadi beban hidup? Benar! Hal itu bisa terjadi bukan karena Allah salah dalam merancang manusia untuk menjadi pekerja. Kesalahan terletak pada manusia sendiri, yaitu keberdosaannya. Masuknya dosa ke dalam dunia mengubah kerja dari kegembiraan menjadi kejerihpayahan (Kej 3:16-19). Dengan demikian kerja menjadi beban ganti berkat, dan sekalipun tidak jahat di dalam dirinya, kerja menjadi kehilangan nilaninya yang sesungguhnya. Selain itu kerja telah menjadi kesempatan berbuat dosa; apabila kerja menjadi tujuan satu-satunya maka itu bisa menjadi berhala (Pkh 2:4-11, 20-23, Luk 12:16-22). Dan bagi beberapa orang kerja telah menjadi alat untuk menghisap dan menindas.

Jadi, apakah karena dosa telah merusak maksud semula Allah dalam pekerjaan manusia lalu pekerjaan sudah menjadi sesuatu yang tidak lagi berarti, tidak perlu lagi dilakukan dan mandat Allah dalam Kej 2:15 sudah tidak lagi berlaku. Jawabannya: Tentu saja tidak! Di dalam karya penyelamatan yang dikerjakan Kristus, kerja diubah lagi menjadi alat berkat. Sudah sejak awal, kekristenan menghukum kemalasan, termasuk kemalasan atas nama agama (1 Tes 4:11, Ef 4:28 dan 1 Tim 5:13). Dan tokoh-tokoh Alkitab memberikan teladan yang baik bagaimana manusia harus kembali kepada maksud semula Allah yang mentapkan pekerjaan sebagai panggilan-Nya.


IV. PEKERJAAN SEBAGAI SARANA KESAKSIAN
Dalam Amanat Agung Tuhan Yesus terdapat perintah untuk menjadi saksi-Nya ke seluruh dunia. Dalam melaksanakan Amanat Agung ini sebagian besar orang Kristen telah membaktikan hidupnya dalam pelayanan rohani dengan menjadi pendeta, misionaris dan penginjil. Tindakan yang diambil itu memang baik dan tepat sasaran untuk menjadi saksi Tuhan. Namun seberapa banyakkah diantara kita yang berpikir bahwa tanpa menjadi pelayanan rohani pun kita bisa melaksanakan Amanat Agung Tuhan Yesus dengan menjadi saksi-Nya.

Menjadi saksi Tuhan bisa dilakukan melalui pekerjaan yang kita geluti. Ketika kita bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip firman Allah di dalamnya, misalnya tidak melakukan penipuan, tidak korupsi, tidak memeras atau tidak memanipulasi bukankah itu akan membuat kita menjadi berbeda dengan orang lain yang umumnya memang melakukan praktek-praktek duniawi dalam pekerjaannya. Dengan menerapkan firman Allah ini pada akhirnya orang akan memuliakan Tuhan. Dan ketika itu sudah terjadi maka Amanat Agung Tuhan Yesus dapatlah terlaksana. Meneguhkan hal ini firman Tuhan menasehati kita juga untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Dunia yang dimaksud, salah satunya, yaitu dunia pekerjaan kita.


V. PENUTUP
Akhirnya dari pengajaran ini, sebagai jemaat Tuhan marilah kita menerima kenyataan bahwa bekerja merupakan rancangan Allah yang Ia tetapkan untuk kita laksanakan. Itu bukan lagi beban hidup yang harus dihindari. Dan dengan itu juga kita orang Kristen harus menjadi pekerja-pekerja yang baik. Laksanakanlah mandat Allah dalam Kej 2:15 dengan sepenuh hati dan kita akan tahu bagaimana Allah memberkati kita dengan luar biasa. Dan dari situ nanti kita bisa menjadi kesaksian bagi banyak orang.

PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN

PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN

I. PENDAHULUAN

Keselamatan yang kita terima dari Tuhan sifatnya cuma-cuma (Ef. 2:8-9) – Itu diberikan semata-mata karena begitu besar kasih Allah bagi kita orang berdosa (Yoh. 3:16). Namun dalam perjalanan rohaninya kita perlu melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu bukan lagi untuk memperoleh keselamatan. Dan bukan pula sebagai balas budi karena sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa membalas kasih Tuhan. Sebaliknya kita melakukan sesuatu sebagai buah dari keselamatan tadi yang sudah kita terima.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan bagi Tuhan sebagai buah keselamtan kita, contohnya bersaksi, melayani, berdoa dan lain sebagainya. Selain itu ada hal lain yang perlu bahkan harus kita lakukan dalam kehidupan kerohanian kita, yaitu memberikan persembahan. Persembahan di sini ada banyak bentuk, diantaranya persembahan tubuh (Rom. 12:1), persembahan kasih (1 Kor. 16:2) dan persembahan persepuluhan (Mal. 3:10). Pada kesempatan ini kita akan membahas khusus seputar persembahan persepuluhan.


II. ARTI DAN LATAR BELAKANG PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN
Secara sederhana persembahan persepuluhan dapat diartikan sebagai pemberian (persembahan) seseorang kepada Tuhan yang diambil sebesar sepersepuluh dari tiap-tiap penghasilan atau barang yang dimilikinya. Pada masa PL persembahan persepuluhan ini sifatnya wajib diberikan kepada Tuhan atau dengan kata lain Alkitab mengatakan bahwa persembahan persepuluhan ini adalah milik Tuhan (Im. 27:30). Dan itu dimaksudkan untuk menunjang kelangsungan pelayanan di rumah Tuhan (Mal. 3:10).
Barangkali diantara kita banyak yang menduga bahwa memberi persembahan persepuluhan ini merupakan kebiasaan yang dilakukan hanya oleh orang-orang Kristen saja. Itu tidak sepenuhnya benar. Jauh sebelum kekristenan muncul persembahan persepuluhan sudah dipraktekan secara ketat oleh bangsa Israel. Demikian pula kita tahu bersama bagaimana Abraham yang hidup sebelum ajaran persembahan persepuluhan dituliskan dalam hukum Taurat, ia sudah melakukan kewajiban ini. Alkitab mencatat bahwa sesudah Abraham mengalahkan musuh-musuhnya dan membawa banyak barang dari medan pertempuran, ia memberikan persembahan persepuluhan kepada Melkisedek (Kej. 14:17-20). Dan yang lebih mencengankan lagi ternyata memberi persembahan persepulahan ini dipraktekkan juga oleh bangsa-bangsa kuno lainnya yang adalah bangsa kafir – tidak mengenal Tuhan.
Jadi boleh dikatakan bahwa praktek persembahan perpuluhan bukan monopoli (milik pribadi) umat Tuhan saja. Walaupun persembahan persepuluhan ini dipraktekkan oleh banyak pihak namun yang jelas ada perbedaan yang tajam antara persembahan persepuluhan umat Tuhan dengan persembahan persepuluhan orang kafir. Setiap umat Tuhan memberikan persembahannya kepada Allah yang hidup, pribadi yang tepat dan sasaran yang tepat. Sementara orang kafir yang secara kasat mata mirip dengan umat Tuhan memberikan persembahannya kepada berhala atau dalam kesia-siaan.


III. PRAKTEK PERSEMBAHAN PERPULUHAN
Sekali lagi ditegaskan bahwa persembahan persepuluhan dipraktekkan oleh banyak pihak namun di sini kita hanya membicarakan tentang praktek persembahan persepuluhan yang dilakukan oleh umat Tuhan saja. Dari catatan Alkitab kita tahu bahwa orang yang pertama sekali mempersembahkan persembahan persepuluhan adalah Abraham. Mungkin saja sebelum dia ada juga yang melakukan hal ini tapi tidak tercatat dalam Alkitab. Persembahan persepuluha ini diberikan Abraham kepada Tuhan melalui seorang yang bernama Melkisedek, imam Allah yang Mahatinggi.
Di kemudian hari apa yang dilakukan Abraham ini diwariskan kepada anak-anaknya. Di banyak kitab PL sebut saja Imamat, Bilangan dan Ulangan orang Israel diajar dan diwajibkan untuk memberikan persembahan persepuluhan dari hasil tanah yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Itu berlangsung sekian lama. Setelah itu bangsa Israel dibawa ke dalam pembuangan dan tidak ada catatan tentang praktek persembahan persepuluhan. Barulah setelah pulang dari pembuangan ada catatan lagi tentang peresembahan persepuluhan khususnya dalam Kitab Maleakhi yang seringkali menjadi acuan bagi para pengkhotbah masa kini dalam mengajak jemaat untuk memberikan persembahan persepuluhan.
Lalu praktek persembahan persepuluhan ini diteruskan oleh orang Israel pada masa Tuhan Yesus. Saat itu praktek keagaamaan ini bisa dikatakan sangat ketat karena di hampir semua bidang kehidupan diwajibkan untuk memberikan persepuluhannya, contoh kecilnya saja dari selasih, adas manis dan jintan yang adalah jenis tumbuh-tumbuhan harus diambil persepuluhannya untk dipersembahkan (Mat. 23:23).
Tidak sampai di situ saja, praktek persembahan persepuluhan ini tentu dilakukan juga oleh Tuhan Yesus yang dalam kemanusiaan-Nya adalah orang Yahudi dan mentaati hukum Taurat. Dan kita percaya juga gereja mula-mula melakukan hal yang sama walaupun pengertiannya sudah dalam konteks yang berbeda.
Adapun persembahan persepuluhan ini dimaksud sebagai sarana penunjang pelayanan di rumah Tuhan. Jelas, dalam Alkitab dicatat bahwa persembahan persepuluhan diberikan untuk menghidupi para imam, pelayan di rumah Tuhan yang seumur hidup mengabdikan hidup mereka hanya untuk melakukan pelayanan rohani (Bil. 18:21-26). Dalam sejarah Israel para hamba Tuhan ini tidak mendapat warisan tanah sebagaimana orang Israel pada umumnya. Walupun begitu tetapi mereka bisa hidup dari persembahn di rumah Tuhan khususnya persembahan persepuluhan.
Persembahan persepuluhan memang dimaksud untuk menunjang pelayanan tetapi bukan berarti juga pelayanan baru bisa jalan bila jemaat memberikan persembahan persepuluhan. Tanpa itu pun – tanpa andil manusia Tuhan bisa melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan-Nya. Kita memberikan persembahan sekali lagi semata-mata sebagai buah keselamatan. Jadi persembahan persepuluhan tidak bisa disalah artikan apalagi kalau itu menjadi pijakan seseorang untuk sombong.


IV. MELAKUKAN PRAKTEK PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN
Praktek persembahan persepuluhan ini masih diteruskan oleh gereja-gereja Tuhan sampai sekarang ini khususnya diantara gereja yang sifatnya otonom (berdiri sendiri) dan yang terhisap dalam aliran pentakosta/kharismatik. Bahkan di gereja-gereja tertentu tema persembahan persepuluhan ini begitu ditonjolkan. Apa yang dilakukan gereja ini merupakan sesuatu yang baik dan bagian dari firman Tuhan.
Hanya berbeda dengan praktek di masa lalu, praktek persembahan persepuluhan dalam kekristenan sekarang tidak lagi terlalu ketat dan rumit. Hal itu bisa disebabkan karena kenyataannya dalam PB hampir tidak ditemukan adanya tuntutan yang terang-terangan untuk memberikan persembahan persepuluhan. Kalaupun ada catatan dalam PB tentang persembahan persepuluhan itu sebatas kecaman Tuhan Yesus terhadap praktek hidup ahli Taurat dan orang Farisi (Mat. 23:23; Luk. 11:42) dan keterangan tentang keutamaan Kristus (Ibr. 7). Lalu alasan lain lagi kenapa persembahan persepuluhan ini tidak terlalu dipraktekkan, yaitu karena Kristus telah menggenapi seluruh tuntutan hukum Taurat termasuk tentang tuntutan persembahan persepuluhan (Mat. 5:17).
Memang diakui tidak ada tuntutan yang terangan-terangan dalam PB untuk memberikan persembahan persepuluhan dan memang Kristus telah menggenapi seluruh tuntutan hukum Taurat. Tetapi adalah bijak dan baik jika kita tetap mempraktekkan persembahan persepuluhan ini. Kita yang menyadari bahwa kita diselamatkan oleh anugerah tentu akan mempersembahakan persembahan persepuluhan bahkan yang lebih lagi dari itu kepada Tuhan sebagai wujud ucapan syukur kita kepada-Nya.
Selanjutnya sebagai peringatan bagi kita, dalam mempersembahkan persembahan persepuluhan kita jangan melakukan kesalahan seperti yang pernah dilakukan oleh para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka sangat teliti dalam memberikan persepuluhan tetapi sayang mereka mengabaikan hal-hal yang lebih utama dalam firman Tuhan. Ini merupakan kemunafikkan sehingga Tuhan Yesus mengecam mereka. Dan juga dalam memberikan persepuluhan kita jauhkan pola pikir pemain judi dimana orang memberikan persembahan persepuluhan untuk mendapatkan berkat yang lebih dari itu. Contohnya, orang memberikan sepuluh ribu dengan harapan akan mendapat balasan dari Tuhan sebesar seratus ribu. Ini bukan lagi ucapan syukur tetapi judi.


V. PENUTUP
Memberikan persembahan persepuluhan merupakan buah keselamatan dan wujud ucapan syukur kita kepada Tuhan. Hal itu telah menjadi kebiasaan banyak umat Tuhan. Bagaimana dengan kita? Mari kita mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan salah satunya dengan membawa persembahan persepuluhan kita kepada-Nya.

IMMANUEL

IMMANUEL

1. Pendahuluan
Sebentar lagi Bulan Desember dan kita akan merayakan natal. Ketika memasuki bulan itu kita akan mendengar kembali pesan-pesan natal yang dikemas dalam berbagai istilah. Salah satu istilah yang sering muncul dalam pesan-pesan natal ialah kata Immanuel.
Kata Immanuel ini memang tidak bisa dilepaskan dari perisitwa kelahiran Yesus sehingga tidak heran kalau para pendeta atau panitia natal menjadikannya sebagai tema-tema khotbah. Sebagai bagian dari pesan natal yang dikhotbahkan setiap tahun tentu kita sudah memahami apa itu Immanuel. Walaupun begitu namun tidak salah juga kalau kita kembali membuka diri untuk mempelajari istilah Immanuel ini dalam bahasa yang berbeda.

2. Arti Immanuel
Kata Immanuel bukanlah istilah yang diambil dari bahasa Indonesia. Ini merupakan istilah Ibrani. Dalam Alkitab kata ini tidak banyak muncul. Yang tercatat hanya tiga kali kata Immanuel ditemukan, yaitu dua kali dalam PL (Yes. 7:14 dan 8:8) dan sekali dalam PB (Mat. 1:23). Mungkin juga dipakai dalam Yes. 8:10.
Arti kata ini secara sederhana berarti Allah beserta kita. Immanuel atau penyertaan Allah ini bukan cuma slogan belaka. Ini mempunyai arti yang sangat dalam jika dilihat dari konteksnya.
Ketika kata Immanuel dituliskan pertama sekali dalam Kitab Yesaya pada saat itu situasi di kerajaan Yehuda sedang mencekam. Dua kerajaan tetangganya yaitu Aram dan Israel memaksa kerajaan Yehuda untuk menggabungkan kekuatan dan melawan kerajaan Asyur yang menjadi ancaman bersama bagi mereka. Dalam situasi seperti itu tentu Yehuda mengalami kebingungan dan terpojokkan. Bila Yehuda bergabung dengan Aram dan Israel akibatnya Asyur akan menyerangnya. Sebaliknya bila Yehuda tidak memihak Aram dan Israel keduanya akan menyerang Yehuda. Jadi saat itu kerajaan warisan Salomo ini diperhadapkan dalam situasi yang ibarat makan buah simalakama (makan buah ayah mati, tidak makan buah ibu mati). Mau pilih yang mana? Tidak tahu, bingun.
Namun syukur kepada Allah, di saat-saat yang sulit seperti itu datang firman Allah kepada bangsa Yehuda melalui Yesaya. Allah berfirman supaya Yehuda tidak usah takut menghadapi ancaman musuh-musuhnya. Allah menjanjikan kelepasan bagi mereka. Dan untuk meneguhkan janji-Nya itu Allah menyuruh raja Yehuda yang waktu itu adalah raja Ahas untuk meminta suatu tanda. Tapi sayang ia tidak mau. Karena Ahas enggan meminta tanda maka Allah sendiri berinisiatif untuk memberikan tanda tersebut. Tanda yang dimaksud adalah akan lahirnya seorang anak laki-laki dari seorang perawan muda. Dan anak itu akan diberi nama Immanuel yang artinya Allah beserta kita. Janji ini merupakan pertanda baik akan penyertaan Allah bagi orang Yehuda yang sedang dalam kesesakan.
Dalam kekristenan di kemudian hari diketahui bahwa Immanuel ini tidak langsung dinyatakan pada zaman Ahas dalam kerajaan Yehuda tetapi itu baru digenapi dalam diri Yesus Kristus ratusan tahun kemudiaan di kota Betlehem sana. Walaupun begitu namun Immanuel atau penyertaaan Allah sungguh dinyatakan di tengah-tengah kerajaan Yehuda. Kerajaan ini benar-benar dilepaskan dari tangan Aram dan Israel.

3. Pentingnya Immanuel
Kata Immanuel ini atau tepatnya penyerataan Allah ini merupakan sesuatu yang amat penting bagi orang Yehuda pada masa-masa kesesakan mereka. Dengan Immanuel-lah mereka bisa lepas dari tangan musuh-musuh mereka. Jadi suka atau tidak suka orang Yehuda amat membutuhkan Immanuel. Hal yang sama pun dibutuhkan oleh setiap orang yang ada di dunia ini.
Alasan bahwa setiap orang membutuhkan Immanuel adalah karena keberadaan manusia yang sudah jauh dari hadirat Allah. Dan dengan status yang jauh dari hadirat Allah seringkali manusia diperhadapkan dengan masalah-masalah pelik yang memojokkannya sama seperti yang dialami oleh bangsa Yehuda pada zaman dulu bahkan lebih lagi! Itu adalah realita kehidupan yang tidak terbantahkan. Di saat-saat manusia terpojok oleh masalah ia perlu pertolongan Allah yang bisa membawanya keluar dari masalah tersebut. Tapi bukankah manusia sudah jauh dari Allah, tepatnya sudah dijauhkan dari hadirat Allah.
Pada mulanya, di awal penciptaan manusia memang masih dekat dengan Allah – manusia masih merasakan betul apa itu yang namanya Immanuel. Namun oleh karena pemberontakan Adam dan Hawa di Taman Eden terjadilah suatu drama pengusiran manusia dari hadirat Immanuel (Kej. 3:23-24). Sejak itu manusia tidak lagi bersama-sama dengan Allah dan Allah tidak lagi berkenan bersama-sama dengan manusia. Jadi dengan kata lain sejak kejatuhan dalam dosa kata Immanuel merupakan sesuatu yang hanya ada di angan-angan saja.
Lalu dalam perjalananya ternyata manusia merindukan kembali Immanuel, penyertaan Allah itu. Manusia berupaya dengan berbagai cara untuk mencapai Immanuel sehingga tidak heran kalau banyak muncul agama atau kepercayaan tertentu yang mengajarkan jalan kepada Allah. Tapi ajaran jalan menuju Allah tinggallah ajaran yang tidak ada kepastiannya sementara itu manusia tidak pernah sampai kepada Allah. Allah tetap saja jauh dari manusia. Allah di surga sana dan manusia di bumi sini. Antara keduanya ada jarak yang tidak terseberangi. Kalau begitu, lalu selanjutnya bagaimana? Pertanyaan itu akan terjawab nanti namun sebelumnya mari kita lanjutkan dulu dengan pembahasan tentang pentingnya Immanuel.
Immanuel menjadi sesuatu yang penting bagi manusia, sekali karena memang manusia pada dasarnya lemah. Di saat ada masalah ia perlu pertolongan Allah. Dan pertolongan itu baru nyata bila Allah ada beserta manusia. Itu juga yang menjadi janji Kristus dalam Matius 11:28 “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Jadi dengan Immanuel sajalah manusia baru bisa merasakan damai, kelegaan yang dari pada Allah.
Terlepas dari alasan ketergantungan manusia kepada Allah sehingga ia selalu membutuhkan Immanuel di sini ada alasan lain juga kenapa Immanuel ini begitu penting bagi manusia. Manusia membutuhkan Immanuel karena dari mulanya manusia memang sudah dirancang untuk tinggal bersama dengan Allah dan Allah bersama dengan manusia (Immanuel) bukan sebaliknya menjauh dan menjauh terus dari Allah. Jadi kenapa manusia membutuhkan Immanuel? Jawabannya karena hakekatnya (esensi) manusia itu adalah tinggal dalam hadirat Allah dan menikmati persekutuan dengan-Nya. Bila ini tidak terpenuhi maka kemanusiaan manusia akan pincang. Bukankah itu yang terjadi ketika manusia jauh dari pada Allah?

4. Immanuel Dinyatakan
Hakekat manusia memang tinggal bersama dengan Allah. Tapi karena dosa maka itu tidak mungkin lagi dilakukan. Manusia perlu satu cara atau jalan untuk memulihkan keadaan seperti sedia kala. Cara atau jalan itu terjawab sudah dalam kelahiran Yesus Kristus 2000 tahun yang lalu.
Kelahiran Yesus sudah dinubuat dalam banyak ayat Perjanjian Lama. Salah satu ayat itu, yaitu yang tertulis dalam Yes. 7:14 demikian: “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan menamakan Dia Immanuel (Allah beserta kita).” Dulu orang Yahudi dan juga banyak orang pada masa ini memandang ayat ini sebagai nubuatan tentang seorang utusan Allah (manusia biasa) yang akan membawa pertolongan bagi manusia.
Tapi sebenarnya pribadi yang dinubuatkan ini lebih dari seorang manusia biasa. Kelak dalam diri Yesus orang akan melihat bahwa utusan Allah itu bukan saja membawa pertolongan atau kelepasan. Lebih dari pada itu, sesuai dengan nama-Nya pribadi yang dinubuatkan itu menghadirkan kembali Immanuel, Allah di tengah-tengah manusia.
Yesus adalah Allah sendiri. Dalam Yesus pribadi Allah yang jauh sekarang menjadi begitu dekat dengan manusia. Dalam Yesus Allah kembali beserta manusia. Dan dalam Yesus hakekat manusia untuk tinggal dalam hadirat Allah dipulihkan kembali.

5. Penutup
Immanuel, Allah beserta kita sudah kita pelajari bersama-sama mulai dari artinya, pentingnya Immanuel itu dan bagaimana Immanuel dinyatakan. Sekarang dalam rangka menyongsong natal pada tahun ini mari kita reungkan kembali apakah kita sudah mengalami Immanuel itu. Bila Iya puji Tuhan biarlah kita tetap tinggal dalam hadirat-Nya namun jika belum ambillah keputusan dan masuk ke dalam Immanuel itu. Amin.

KASIH

KASIH

I. PENDAHULUAN
Apa itu kekristenan? Jika pertanyaan seperti ini diajukan kepada kita maka sebagai orang Kristen kita harus bisa menjawabnya. Kekristenan itu sama dengan kasih – itulah inti sari dari ajaran kekristenan. Hal itu bisa kita buktikan dengan cara ’memeras’ Alkitab. Seandainya Alkitab yang tebal itu diperas, kita akan mendapatkan PL dan PB. Jika diperas lagi maka akan muncul sepuluh hukum Allah (Kel. 20:1-17). Jika sepuluh hukum itu diperas lagi maka akan muncul hanya dua perintah, yaitu kasih terhadap Allah dan kasih terhadap sesama (Mat. 22:37-40). Terakhir jika dua kasih itu diperas maka akan muncul satu kata yang abadi, yaitu kasih.
Kasih inilah yang menjadi identitas kekristenan dari dulu sekaligus membedakannya dari semua agama apa pun yang ada di dunia ini. Dan kasih yang ada dalam kekristenan ini bukanlah teori semata. Ini telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh Tuhan Yesus, para rasul, tokoh-tokoh kekristenan dan semua orang yang sungguh-sungguh hidup dalam Tuhan.


II. ARTI KASIH
Kasih atau cinta secara sederhana dapat diartikan sebagai perasaan sayang terhadap orang lain. Itu juga bisa berarti melepaskan kesenangan kita demi kebahagiaan, kepuasan, ketentraman dan perkembangan orang lain. Selain itu kasih juga mempunyai pengertiannya sendiri menurut pandangan kekristenan. Dalam ajaran kekristenan kata kasih setidaknya mempunyai empat pengertian sesuai dengan pemakaian katanya (dalam bahasa Yunani).
Arti kasih yang pertama terambil dari kata agape. Kata ini bisa dikatakan sebagai kasih yang tidak menuntut balasan atau tanpa pamrih. Inilah kasih Allah yang mengalir dari atas kayu salib untuk mengasihi dan mengampuni manusia (1 Yoh. 4:16). Kasih seperti ini tidak pernah pudar, kering dan habis.
Yang kedua kata kasih yang terambil dari kata stroge berarti kasih yang diberikan kepada orang yang termasuk anggota keluarga kita. Contohnya kasih antara anak dan orang tua. Sedangkan kata kasih yang terambil dari kata fileo berarti kasih yang diberikan diantara sesama sahabat. Kasih ini mengandung kehangatan dan kesetiakawanan. Dan yang terakhir, yaitu kasih eros. Kasih ini berarti kasih yang sifatnya romantis dan berdasarkan emosional.
Tiga jenis kasih terakhir dimiliki oleh manusia pada umumnya. Kasih stroge dan kasih fileo adalah sesuatu yang baik dan perlu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kasih eros memang baik juga adanya, hanya dalam praktekkanya kasih ini seringkali melenceng dan menyeret orang dalam dosa. Sementara itu kasih agape tidak dimiliki oleh manusia secara alami. Namun ada kemungkinan kasih Allah ini dimiliki juga oleh manusia, yaitu kita yang telah mengalami kasih agape itu sendiri.


III. KASIH YANG NYATA
Kasih yang menjadi ciri khas kekristenan ini bukanlah sesuatu yang ada di angan-angan saja. Tetapi kasih itu harus dinyatakan dalam perbuatan agar orang lain melihat dan merasakannya sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh banyak orang. Kalaulah demikian lalu seperti apa kasih yang nyata dalam perbuatan itu?
Bagi banyak orang kasih yang nyata itu ada bermacam-macam sesuai dengan pola pemikirannya, misalkan dengan memberikan sesuatu kepada orang yang dikasihi. Iya benar, tetapi bagi kita orang Kristen kasih tidak bisa dikonsepkan menurut pemikiran sendiri karena bisa salah dan kalaupun tidak salah sifatnya tetap saja dangkal karena itu berasal dari konsep dunia ini. Karena itu perlu ada rambu-rambu yang jelas dan benar seperti apa kasih itu yang dinyatakan dalam perbuatan.
Sebenarnya orang Kristen tidak perlu kebingungan mencari bentuk kasihnya untuk dilakukan karena itu sudah jelas tertulis dalam firman Tuhan. Dalam 1 Korintus 13:4-7 dengan gambalang dijabarkan tentang apa saja yang disebut dengan kasih itu, yaitu kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Itulah wujud kasih yang alkitabiah yang perlu dilakukan oleh setiap orang Kristen. Bila hal-hal seperti di atas dilakukan dengan baik dan konsisten maka tidak mustahil akan membawa dampak yang besar. Setidaknya ada dua dampak dari kasih yang dinyatakan itu, yaitu boleh memberkati orang yang merasakan kasih kita dan yang kedua, pasti akan memuliakan nama Allah kita yang adalah kasih itu sendiri.


IV. KASIH YANG MENGUBAHKAN
Berkaitan dengan yang barusan disinggung tadi bahwa kasih pasti akan membawa dampak maka di sini kita akan melihat bagaimana kasih itu mampu mengubahkan banyak hal di dunia ini. Salah satu contoh nyata tentang kasih yang mengubahkan, yaitu dalam hal status manusia dari yang terhukum menjadi terselamatkan.
Alkitab mengatakan bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Dan maut ini harus dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali karena keberadaaannya yang berdosa. Demikianlah kondisinya dan keputusan Allah itu tidak mungkin lagi dibatalkan karena jikalau sempat dibatalkan berarti Allah tidak konsisten dengan firman-Nya tadi yang mengatakan upah dosa adalah maut.
Allah harus menghukum manusia yang berdosa. Namun di satu sisi juga Allah begitu mengasihi manusia. Allah yang telah menciptakan manusia tentu tidak menghendaki dan tidak mengrancangkan sebelumnya kematiaan manusia. Yang Allah kehendaki adalah kebaikan manusia. Jadi Allah harus memilih yang mana: menghukum manusia dengan resiko mengorbankan kasih-Nya atau Ia tetap mengasihi manusia dengan resiko mengorbankan keadilan-Nya - Ini konflik.
Tetapi syukur kepada Allah, dalam hikmat-Nya Ia melaksanakan kedua hal itu. Ia tetap melaksanakan penghukuman dan juga tetap mempertahankan kasih-Nya yang besar kepada manusia. Jalannya, yaitu dengan kematian Yesus di atas kayu salib. Di atas kayu salib Yesus terhukum menggantikan manusia berdosa dan di atas kayu salib juga Yesus menyatakan kasih-Nya dengan menjadi Juruselamt manusia. Dari fakta ini kita bisa melihat bahwa kasih (Allah) ternyata mampu mengubahkan manusia yang berdosa menjadi terselamtkan.
Selain itu kasih juga telah mengubahkan banyak hal yang lain. Dengan kasih sudah ada banyak orang yang kelihatannya begitu keras menjadi tunduk kepada Tuhan, contohnya Paulus. Dan bahkan lebih jauh lagi kasih mampu mengubahkan peradaban – contoh yang masih bisa kita saksikan sekarang dari dekat, yaitu peradaban di tanah Papua. Puluhan tahun yang lalu Papua masih terbelakang namun karena kedatangan para misionaris ke tanah Papua peradaban di sana bisa di bawa ke dalam peradaban yang modern. Apa yang mendorong para misionaris itu ke sana? Jawabannya adalah kasih. Jadi kasih ikut ambil bagian dalam mengubahkan peradaban manusia.


V. KEKEKALAN KASIH
Segala sesuatu yang ada di dunia pada akhirnya akan berlalu juga nanti. Bahkan hal-hal yang sifatnya rohani pun seperti karunia bahasa roh, pengetahuan dari Allah, nubuatan-nubuatan itu semua akan berhenti apabila dunia ini kiamat. Tetapi ada satu hal yang tidak akan pernah berakhir, yaitu kasih (1 Korintus 13:8).
Kasih akan tetap ada bukan karena itu lebih istimewa dari hal-hal rohani yang lain tetapi semata-mata karena sifatnya yang kekal. Dalam 1 Yohanes 4:8 dikatakan bahwa kasih itu bagian yang tak terpisahkan dari Allah. Sementara itu Allah itu kekal adanya – Ia ada jauh sebelum dunia ada dan Allah akan tetap ada nanti walaupun dunia ini sudah berakhir. Jadi dengan demikian boleh dikatakan bahwa kasih itu kekal adanya. Itu sudah ada sebelum dunia dijadikan dan akan tetap ada ketika dunia sudah berakhir beserta segala yang ada di dalamnya.

VI. PENUTUP
Kita telah tahu bahwa kasih itu merupakan ciri khas kekristenan dan kita juga sudah tahu apa itu yang dimaksud dengan kasih. Karena itu mari kita menyatakan kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Kasih bukan sesuatu yang disimpan tetapi dipraktekkan. Dalam mempraktekkan kasih kita bisa melakukannya dengan kasih storge terhadap anggota keluarga, kasih fileo terhadap sahabat/orang dekat, kasih eros terhadap suami/istri. Dan yang melebihi semuanya itu, yaitu kasih agape terhadap Allah dan sekaligus terhadap semua orang tanpa terkecuali. Khusus kasih agape ini, memang sulit dalam praktekkanya karena seringkali dikalakan dengan kedagingan kita. Tetapi itu bisa kita lakukan dengan pertolongan Allah – jika kita sudah mengalami kasih Allah kita pasti bisa mengasihi (agape).

SURGA

SURGA

I. Pendahuluan
Berbicara tentang surga berarti berbicara tentang agama. Hampir semua agama di dunia ini mengajarkan tentang surga. Tidak hanya sebatas mengajarkan, setiap agama pun menjanjikan akan kenikmatan surga kepada setiap pemeluknya. Dengan janji-janji itu tentu setiap orang, siapa pun dia akan tertarik untuk suatu saat menuju ke sana (surga).
Keingingan masuk surga adalah keingingan yang baik dan sangat manusiawi. Namun masalahnya adakah yang tahu jalan menuju ke sana. Bukankah persoalan menuju ke surga berbeda dengan persoalan menuju ke Bandung, Bogor atau ke tempat lain? Dengan segala keterbatasan kita pun kita masih mampu menuju ke tempat yang kita inginkan sepanjang itu masih di atas bumi ini. Namun bagaimana dengan keingingan menuju surga? Itu tempat yang berbeda sekali dengan tempat-tempat yang ada di bumi ini. Dan tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana ke sana. Jadi selanjutnya, bagaimana? Menjawab itu, mari kita belajar bersama tentang surga.


II. Apa Itu Surga?
Dalam pelajaran ini pertama sekali kita harus mempunyai keyakinan penuh bahwa surga itu sesuatu yang nyata. Walaupun selama ini kita tidak pernah melihat surga secara kasat mata. Kita hanya mendengarnya dari khotbah atau membacanya dari Alkitab. Namun itu tidak berarti surga hanya sesuatu yang di angan-angan atau khayalan yang tidak mempunyai wujud. Tidak! Kita harus yakin bahwa surga itu ada.
Setelah mempunyai keyakinan akan keberadaan surga selanjutnya mari kita memahmi dengan benar apa itu surga. Bagi sebagian orang surga merupakan tempat yang menyediakan segala kenikmatan yang tiada duanya. Sebagian juga mengatakan surga itu merupakan tempat yang tidak ada hawa nafsu lagi. Dan masih banyak lagi konsep orang tentang surga.
Apa yang disebutkam di atas sebagian saja yang benar, namun itu belum memberikan gambaran yang sepenuhnya benar akan keberadaan surga. Sementara itu Alkitab mengatakan bahwa surga merupakan tempat tinggal Allah. Ini kemungkinan besar yang Paulus maksudkan sebagai ‘langit ketiga’ (2 Kor. 12:2). Surga ini merupakan tempat khusus dimana Allah berada. Kebenaran bahwa surga adalah tempat tinggal Allah ditegaskan juga dalam doa Tuhan Yesus dengan kalimat: ‘Bapa kami yang di sorga’ (Mat. 6:9). Sampai di sini barangkali kita akan bertanya apakah surga itu hanya tempat tinggal Allah saja lalu titik, tidak ada yang lain lagi. Kalau begitu bagaimana dengan ajaran bahwa surga merupakan tempat yang menyediakan segala kenikmatan (kebahagaan) yang tiada duanya?
Sebenarnya kalau kita mengerti bahwa surga merupakan tempat tinggal Allah maka kita juga akan segera mengerti bahwa di surga tentu ada yang dinamakan dengan kebahagiaan karena Allah-lah yang menjadi sumber kebahagiaan itu. Hal ini ditegaskan dengan kesaksian beberapa ayat Alkitab. Dalam Why. 21:4 dikatakan demikian: ‘Dan Ia (Allah) akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu’ Selain itu, di sepanjang Why. 21 surga digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan keindahan, kemuliaan dan segala yang baik ada di sana. Itulah surga, tempat kediaman Allah yang Mahatinggi.


III. Surga untuk Apa?
Kita sudah tahu bahwa surga merupakan tempat kediaman Allah. Namun Allah tidak membuat surga hanya untuk Dia saja. Pada suatu masa (yang kita tidak tahu) Allah menciptakan makhluk-makhluk rohani, yakni para malaikat-Nya dan menempatkan mereka di sana. Selain itu, surga dimaksudkan juga sebagai tempat kediaman kekal bagi manusia. Hanya masalahnya ketika manusia jatuh dalam dosa pada saat itu pintu surga tertutup bagi manusia. Manusia dan dosa yang melekat erat dalam dirinya tidak mempunyai tempat walau sedikit pun di tempat Allah yang Mahakudus itu.
Tapi itu bukanlah akhir dari segalanya. Allah membuka kembali jalan ke tempat-Nya melalui Yesus Kristus (Yoh. 14:6). Dengan pengorbanan Kristus di atas kayu salib maka setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh bagian di surga. Namun tidak berarti juga bahwa orang Kristenlah yang mempunyai hak tunggal atas surga dengan alasan bahwa kekristenan (orang Kristen) selalu identik dengan Kristus.
Suatu kenyataan yang mungkin tidak semua orang kehendaki tapi itulah kenyataannya, yaitu tidak semua orang Kristen mempunyai hak atas surga. Di surga tidak ada orang yang berlabel Kristen apalagi label-label agama lain. Surga hanya ditujukan bagi setiap orang yang memiliki label ‘percaya kepada Kristus.’ Orang-orang yang percaya kepada Kristus ini didesain untuk memiliki persekutuan pribadi dengan Allah (Why. 20:3-4) – sesuatu yang dulu pernah putus karena dosa di Taman Eden (Kej. 3) dan itu dipulihkan kembali sehingga kelak di surga manusia bisa bersekutu kembali dengan Allah sama seperti sebelum kejatuhan dalam dosa.


IV. Ciri-ciri Surga
Sampai saat ini tidak ada seorang pun diantara kita yang pernah ke surga dan tinggal tetap di sana sebagai penghuninya. Kalau pun ada yang mengatakan ia pernah melihat surga itu hanya sebatas penglihatan sama seperti yang pernah dialami oleh Rasul Yohanes di Pulau Patmos 2000 tahun yang lalu (Why. 1:9).
Karena tidak ada diantara kita yang pernah ke surga maka tidak ada yang bisa menceritakan dengan sempurna seperti apa itu surga. Walaupun demikian namun Alkitab khususnya Kitab Wahyu memberikan sedikit gambaran tentang surga kepada kita.
Ada pun surga itu memiliki ciri-ciri, diantaranya: temboknya tinggi (Why. 21:12-13) menyatakan jaminan keamanan tempat itu, dasarnya terdiri dari dua belas batu yang tertulis dengan nama-nama dua belas rasul Kristus (Why. 21:14) menyatakan bahwa gereja (sejati) yaitu orang-orang percaya ada di sana.
Selain itu ciri lain dari surga, yaitu dihiasi dengan berbagai macam batu permata (Why. 21:19-21) yang mencerminkan kemuliaan Allah. Dan tempat itu tidak memerlukan lagi benda-benda penerang karena kemuliaan Allah-lah yang meneranginya (Why. 21:23). Itulah beberapa ciri surga, tempat kediaman Allah itu. Dan tentunya masih banyak hal lagi yang menakjubkan di tempat itu yang tidak kita temukan di dunia ini.


V. Penutup
Kita baru saja mengetahuui apa itu surga, untuk apa itu surga dan apa saja ciri-cirinya. Namun kita jangan hanya memiliki pengetahuan tentang surga tetapi lebih lagi daripada itu sekarang mari kita renungkan apakah kelak ketika kita meninggalkan dunia ini kita di beri hak untuk pindah dan tinggal selamanya di surga. Pastikan setiap dari kita pembaca suatu saat kita akan menuju surga melalui jalan yang disediakan Allah, yaitu Kristus. Dan jika kita sudah berada di sana bagian kita adalah menikmati persekutuan yang indah bersama dengan Allah kita. Amin.

DOA

DOA

I. PENDAHULUAN
Sejak zaman dulu doa merupakan bagian tak terpisahkan dari liturgi (susunan acara) ibadah Kristen secara umum dan juga bagian tak terpisahkan dari hidup orang Kristen secara pribadi. Hal itu nyata di tengah-tengah gereja ‘kita’ sendiri dimana setiap kali beribadah pasti selalu ada bagian doanya dan dalam praktek hidup sehari-hari pun, di luar gereja, kita juga melakukan doa.
Praktek doa merupakan sesuatu yang nampaknya sangat mudah dilakukan oleh siapapun, tidak seperti bagian liturgi lain yang lebih rumit prakteknya dan hanya dilakukan oleh orang tertentu, contohnya khotbah. Walaupun demikian bukan berarti doa menjadi sesuatu yang sepele atau tidak terlalu penting. Justru sebaliknya doa mempunyai peranan penting dalam kehidupan kekristenan.

II. PENGERTIAN DOA
Apabila diajukan pertanyaan apa itu doa, akan didapatkan beragam jawaban menurut pengertian masing-masing. Ada yang menjawab, doa adalah nafas hidup orang percaya, doa adalah komunikasi manusia dengan Tuhan. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, doa adalah permohonan (pujian, pemujaan) kepada Tuhan.
Sementara itu pengertian doa yang bisa disarikan dari seluruh pengajaran Alkitab adalah ibadah yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Orang Kristen dikatakan beribadah kepada Allah jika ia memuja, mengakui, memuji dan mengajukan permohonan kepada Allah dalam doa. Doa juga bisa dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada inisiatif Allah, jadi artinya seseorang mampu berdoa semata-mata hanya karena Allah sudah menyentuh rohnya.
Dari pengertian doa ini kita sebagai jemaat hendaknya menyadari bahwa doa itu bukan hanya bagian dari ibadah tetapi ibadah itu sendiri. Barangkali selama ini kita memahami yang disebut ibadah itu adalah acara yang terdiri dari unsur pujian, doa, khotbah dan kolekte. Jika salah satu dari unsur itu tidak ada maka itu bukan ibadah. Namun setelah tahu pengertian doa tadi, biarlah kita jangan lagi memahami ibadah dengan terpaku pada unsur-unsur yang ada. Tetapi dengan doa saja itu sudah ibadah.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan bahwa kita mampu berdoa bukan semata-mata karena keingingan kita. Tetapi kita mampu berdoa itu karena Allah-lah yang terlebih dahulu sudah menyentuh roh kita, artinya Allah yang berinisiatif mendorong kita untuk berdoa. Dan dengan itu doa kita pun akan terarah sesuai dengan kehendak Allah.

III. MENGAPA PERLU BERDOA?
Pertanyaan ini mestinya tidak perlu lagi diajukan karena bagi setiap orang yang beragama doa sudah menjadi kebutuhan. Tapi perlu juga menjawab pertanyaan ini untuk meluruskan kembali motivasi-motivasi yang salah dalam doa. Pertanyaan mengapa berdoa, bisa dijawab dengan dua alasan, yaitu karena doa itu adalah ibadah dan karena dalam doa manusia mengajukan permohonanya kepada Allah.
Pertama, doa adalah ibadah. Oleh karena doa adalah ibadah maka sudahlah sewajarnya kalau manusia berdoa kepada Allah. Ia datang kepada Allah tidak melulu mengajukan permintaan (yang harus dipenuhi). Kalau doa adalah ibadah maka tidaklah seharusnya manusia menuntut Allah untuk selalu memenuhi permintaannya, justru sebaliknya dalam doa yang ibadah itu manusia yang ‘memberi’ kepada Allah.
Dan yang kedua, manusia berdoa karena di situ ia mengajukan permohonannya kepada Alah. Manusia pada dasarnya tidak memiliki apa-apa untuk menunjang hidupnya. Ia membutuhkan suatu pribadi yang lebih dari padanya dan sanggup memenuhi kebutuhannya. Dan pribadi itu adalah Allah. Karena itu dalam kepapaannya manusia perlu berdoa kepada Allah untuk memenuhi apa yang ia butuhkan.
Barangkali ini nampaknya bertentangan dengan yang pertama tadi, tapi kalau direnungkan lagi sebenarnya keduanya sejajar. Dalam doa memang manusia bisa mengajukan permintaannya kepada Allah. Hanya permintaan ini perlu dikawal agar manusia tidak memperlakukan Allah seperti pribadi yang punya hutang dan yang wajib menjawab doa-doa manusia. Hal itu hanya bisa terjadi kalau dalam permintaanya manusia menyadari bahwa doa-doanya tidak melulu permintaan tetapi juga ibadahnya kepada Allah.

IV. PERANAN ROH KUDUS DALAM DOA
Dalam keberdosaannya manusia selalu berpeluang melakukan kesalahan kepada Allah termasuk ketika berdoa. Doa yang dinaikkan di hadapan Allah tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali bukannya menyenangkan Allah tetapi justru membuat-Nya tidak berkenan karena isi doa yang salah. Doa yang salah itu misalnya adalah doa yang egois dan memaksakan. Ini sudah umum dan manusiawi karena pada dasarnya sifat manusia memang hanya untuk mencari kepentingan sendiri.
Untuk mengoreksi kesalahan seperti ini maka doa-doa yang dinaikkan mesti dikontrol oleh Roh Kudus. Allah mengirim Penghibur yang agung, yang sekaligus menjadi guru untuk memimpin manusia ke dalam kebenaran. Roh Kudus menolong manusia berdoa, dengan keluh kesah yang tidak terkatakan (Roma 8:26).
Biasanya ayat ini ditafsirkan sebagai doa dalam bahasa roh, dimana Roh Kudus yang berdoa baginya dengan keluh kesah. Sebenarnya maksud ayat ini ialah Roh Kudus yang mengontrol doa yang selalu jatuh pada kecenderungan egosentris, salah, tidak fokus dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Selain itu, ketika dalam pergumulan berat yang tidak dapat ditanggung Roh Kudus berperan menopang, memberi kekuatan, memberi dorongan sehingga seseorang bisa berdoa kembali.

V. PRAKTEK DOA KRISTEN
Setelah mengetahui pengajaran di atas maka sekarang doa perlu dipraktekkan. Dalam mempraktekkan doa dalam kehidupan sehari-hari perlu diperhatikan beberapa prinsip yang diajarkan Alkitab. Dan prinsip-prinsip ini selalu mengacu pada pengajaran Tuhan Yesus yang Ia sampaikan dalam bentuk perumpaman.
Dalam perumpamaan mengenai teman meminjam roti tengah malam (Luk. 11:5-8), Yesus menekankan kesungguhan dalam doa. Perumpamaan tentag hakim yang lalim (Luk. 18:1-8) menantang untuk tekun berdoa. Dalam perumpamaan tentang pemungut cukai (Luk. 18:10-14) Yesus menuntut kerendahan hati dalam doa. Selain itu Yesus juga menuntut intensitas dalam doa (Mrk. 13:33). Dan yang tidak dapat dilupakan dalam doa, yaitu kemauan untuk mengampuni (Mat. 18:21-35). Sedangkan mengenai landasan doa, Yesus mengajarkan agar setiap doa yang dinaikan kepada Allah selalu dilandaskan dalam nama Yesus (Yoh. 14:13).
Prinsip-prinsip ini perlu diterapkan dalam doa. Setiap orang Kristen bisa saja berbeda dalam beberapa hal mengenai doa, misalnya dalam hal cara berdoa, waktu berdoa, tempat berdoa atau jumlah yang berdoa. Tetapi mengenai prinsip-prinsip di atas setiap orang Kristen mesti sama karena itulah yang Allah kehendaki.

VI. PENUTUP
Akhirnya kita harus mengakui bahwa jauh di lubuk hati, kita menginginkan agar setiap doa-doa kita kalau bisa dijawab oleh Allah. Mengimbangi keingingan ini mari kita mengambil hikmat dari nasehat seorang tokoh. Ia mengatakan doa yang benar – doa yang dijawab ialah pengakuan dan penerimaan terhadap kehendak ilahi (Yoh. 14:7; Mrk. 11:24). Arti nasehat ini, ketika kita sudah berdoa, apapun nanti jawabannya biarlah kita berbesar hati dan menerima apa yang menjadi kehendak Tuhan sama seperti doa Tuhan Yesus di Getsemani.

A L K I T A B

A L K I T A B

I. PENDAHULUAN
Setiap orang yang hidup di dunia ini siapa pun dia pasti mempunyai kesadaran tentang adanya Tuhan. Kesadaran itu muncul karena dalam diri setiap orang sudah ada benih agama sejak lahir. Selain itu kesadaran tentang adanya Tuhan muncul dari alam. Tidak dapat disangakali bahwa dari alam saja orang bisa tahu bahwa ada Tuhan yang menciptakan semuanya. Seorang pemazmur mengakui hal itu dengan mengatakan: Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; (Maz.19:2). Melalui alam Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia.
Walaupun Allah menyatakan diri-Nya melalui alam ditambah lagi dengan adanya benih agama tadi sehingga manusia bisa tahu adanya Tuhan. Namun itu tidak cukup. Karena dosalah maka manusia tidak bisa mengenal Tuhan dengan benar sehingga diperlukan lagi penyataan atau wahyu khusus yang disebut dengan Alkitab.


II. ASAL-USUL ALKITAB
Alkitab, wahyu khusus seperti yang kita kenal sekarang tidaklah diturunkan secara utuh dan langsung dari surga. Terjadinya Alkitab ini melalui proses yang begitu panjang memakan waktu hingga ribuan tahun. Namun sebelum membahas itu ada baiknya kita tanamkan dalam hati terlebih dahulu bahwa Alkitab berasal dari Allah saja. Dalam 2 Timotius 3:16 dikatakan: Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Jadi Allah-lah yang mengilhamkan penulisan isi Alkitab yang biasa kita baca itu.
Dalam proses penulisan isi Alkitab ini ada dua faktor yang ikut berperan penting, yaitu faktor Allah dan faktor manusia. Allah mengilhamkan firman-Nya kepada nab-nabi dan rasul-rasul untuk dituliskan. Dalam penulisan tersebut manusia tidak pasif atau menjadi tidak sadarkan diri seperti orang kesurupan. Tidak! Para penulis sadar betul atas apa yang mereka tuliskan. Dalam menuliskan firman Allah para penulis memakai bahasa, bakat dan semua kemampuan manusiawi mereka. Namun tulisan-tulisan yang ditulis manusia itu dipimpin sendiri oleh Allah sehingga tidak mengurangi kewibawaannya sebagai firman Allah
Alkitab setelah ditulis oleh masing-masing penulisnya, itu semua tidak terkumpul dengan sendirinya seperti sekarang ini. Dan juga tidak pernah ada usaha-usaha manusia yang mau mengumpulkan tulisan-tulisan para nabi dan para rasul ini menjadi satu Alkitab. Lalu bagaimana Alkitab tersususn menjadi satu seperti yang kita gunakan saat ini? Jawabannya, kita melihat tangan Roh Kudus dengan mata iman. Ia memimpin orang-orang percaya hingga mereka mengumpulkan kitab-kitab menjadi sebuah Alkitab yang utuh. Jadi Allah sendirilah yang berperan dalam menjadikan Alkitab.
Alkitab yang kita miliki dan diakui sebagai firman Allah terdiri dari dua bagian besar, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama terdiri dari 39 kitab yang ditulis oleh Musa, Samuel, Daud, Salomo, Yesaya dan lain-lain. Sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab yang ditulis oleh Matius, Paulus, Yakobus, Petrus dan lain-lain. Semuanya ada 66 kitas Itulah firman Allah yang sudah lengkap dan tidak perlu lagi ditambah atau dikurangi.


III. ALKITAB SEBAGAI FIRMAN ALLAH
Banyak yang orang atau golongan yang tidak menerima Alkitab sebagai firman Allah. Ada yang mengatakan bahwa Alkitab bukan firman Allah dan ada pula yang lebih halus sikapnya dengan mengatakan bahwa Alkitab berisi firman Allah. Pandangan yang pertama jelas bertentang dengan iman Kristen sedangkan yang kedua barangkali masih mengakui bahwa dalam Alkitab ada bagian-bagian tertentu yang merupakan firman Allah tetapi selebihnya bukan firman Allah. Jadi ini pun tidak dapat diterima.
Sebenarnya dari asal-usulnya saja, kita bisa melihat bahwa Alkitab itu adalah firman Allah. Itu tak terbantahkan. Namun di sini kita akan mempelajari sedikit bagaimana Alkitab bisa dikatakan sebagai firman Allah. Alkitab disebut firman Allah, pertama karena Allah sendiri yang mengilhami seluruh penulisan isi Alkitab (2 Tim 3:16), tidak ada satu bagian pun dari Alkitab yang tidak diilhamkan Allah.
Lalu yang kedua, Alkitab disebut firman Allah karena di dalam Alkitab sendiri tertulis sekian banyak kalimat yang menegaskan bahwa Alkitab adalah firman Allah, misalnya berfirmanlah Allah (Kej. 1:3), firman Tuhan datang kepadaku, bunyinya (Yer. 1:4), ucapan ilahi dalam penglihatan nabi Habakuk (Hab. 1:1), Inilah wahyu Yesus Kristus (Wah. 1:1) dan masih banyak lagi yang lain. Kalimat-kalimat ini sudah lebih dari cukup untuk memberikan kesaksian bahwa Alkitab sebagai firman Allah.
Dan yang ketiga, kesaksian tokoh-tokoh di dalam Alkitab ikut meneguhkan kebenaran Alkitab sebagai firman Allah. Para penulis Perjanjian Baru seringkali mengutip ayat-ayat dari Perjanjian Lama dengan menganggapnya sebagai firman Allah contohnya Mat. 4:14-16 dan Yoh. 19:24. Dan yang keempat pengakuan Tuhan Yesus sendiri membenarkan bahwa Alkitab sebagai firman Allah. (Mrk. 12:10; Mrk. 7:6-7).


IV. SIFAT-SIFAT ALKITAB
Alkitab sebagai firman Allah memiliki sejumlah ciri yang menegaskan akan kewibawaannya. Di sini bisa disebutkan setidaknya ada tujuh ciri dari Alkitab, yaitu tidak mungkin keliru, syarat mutlak, berkuasa, cukup, terang, mencapai maksud dan merupakan kesatuan. Kita akan melihat satu persatu penjelasan dari ketujuh ciri Alkitab ini.
Alkitab tidak mungkin keliru dalam hal berita yang tertulis di dalamnya. Dasar dari keyakinan ini adalah karena Allah sendiri yang mengilhamkan penulisan Alkitab maka tidak mungkin terjadi kekeliruan di dalamnya. Memang tangan yang dipakai untuk menulis Alkitab tangan-tangan manusia yang penuh dengan kelemahan, keterbatasan dan kemungkinan untuk salah. Namun karena Allah yang memimpin selama penulisan Alkitab itu maka mustahil terjadi kekeliruan.
Lalu, Alkitab sebagai syarat mutlak. Kemutlakan Alkitab ini berkaitan dengan isinya yaitu sebagai alat untuk mengenal Tuhan. Dari luar Alkitab manusia bisa saja mengenalan Tuhan, namun pengenalan itu tidak utuh, kabur bahkan bisa membalikan kebenaran sehingga tidak heranlah kalau dari situ muncul agama-agama dunia. Agama-agama ini mau memperkenalkan Allah kepada manusia namun pribadi yang diberitakan itu bukanlah Allah sejati. Karena itu, kembali, hanya Alkitablah yang menjadi syarat mutlak untuk bisa mengenal Allah.
Alkitab juga berkuasa. Kekuasaaan Alkitab ini lebih tepatnya disebut sebagai kekuasaan Allah. Isi kekuasaan itu, adalah: percayalah dan perbuatlah apa yang tertulis di dalam Alkitab. Dampak dari kuasa Alkitab ini bisa kita saksikan dari perubahan-perubahan radikal dalam diri banyak orang ketika firman Allah sampai kepada mereka. Yang jahat menjadi baik, yang keras menjadi lembut, yang lemah dikuatkan dan lain sebagainya.
Ciri lain dari Alkitab, yaitu cukup. Barangkali Alkitab tidak cukup untuk menjadi sumber informasi bagi ilmu pengetahuan manusia atau sumber informasi sejarah karena Alkitab tidak ditulis untuk maksud itu. Namun Alkitab terlalu cukup untuk menjelaskan tentang Allah. Sekali lagi dari Alkitab saja manusia bisa kenal siapa itu Tuhan. Karena kecukupannya ini maka tidak perlu lagi ada wahyu atau kitab lain di luar ke-66 kitab dalam Alkitab (wah. 22:18-19).
Kemudian, Alkitab terang adanya. Terangnya Alkitab ini berhubungan dengan maksudnya tadi yaitu untuk menyatakan Allah kepada manusia. Alkitab tidak menyembunyikan Allah dari manusia. Dengan terus terang Alktab memberitahukan bahwa Allah itu ada sehingga manusia tidak perlu lagi meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari Allah. Kalau ternyata dalam prakteknya kita masih menemukan hal-hal yang sifatnya rahasia di dalam Alkitab itu bukan berarti Alkitab tidak lagi terang adanya. Tidak, tapi karena kelemahan dan keberdosaan kitalah maka kita tidak dapat memahami Alkitab selengkapnya. Itu mustahil. Walaupun demikian tapi Alkitab tetap terus terang memberitakan tentang Allah.
Selain itu, ciri lain dari Alkitab, yaitu mencapai maksud. Berkali-kali dikatakan di sini bahwa maksud penulisan Alkitab adalah untuk menyatakan Allah kepada mansuia. Jadi segala sifat-sifat Allah seperti kemuliaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kekudusan-Nya dan keadilan-Nya itulah yang mau dinyatakan kepada manusia. Seseorang suka atau tidak suka ia akan menyaksikan sifat-sifat Tuhan ini dalam hidupnya.
Dan ciri terakhir Alkitab, yaitu merupakan kesatuan. Ke-66 kitab dalam Alkitab ditulis oleh begitu banyak orang yang berbeda profesi dan kebanyakan tidak saling mengenal. Mereka dipisahkan oleh tempat dan rentang waktu yang sangat jauh. Dari zaman Musa (penulis Taurat) hingga zaman Yohanes (penulis Wahyu) terentang waktu sekitar 4000 tahun. Namun yang mengherankan adalah kitab-kitab yang mereka tulis merupakan satu kesatuan. Ke-66 kitab itu satu dalam menyatakan tentang Allah yang hidup yang dikenal dalam pribadi Kristus.


V. PENUTUP
Akhirnya bisa disimpulkan di sini bahwa Alkitab berasal dari Allah saja dan menyatakan kepada manusia siapa itu Allah. Karena Alkitab berasal dari pada Allah maka bisa dikatakan Alkitab merupakan firman Allah yang berbeda dengan semua buku-buku yang ada di dunia ini. Selain itu Alkitab juga memiliki sejumlah ciri-ciri yang menegaskan akan kewibawaannya sebagai firman Allah.
Allah sudah melakukan bagian-Nya, yaitu memberikan Alkitab dan menyatakan diri-Nya di situ. Sekarang bagian kita, yaitu menerima Alkitab itu dengan rendah hati sebagai firman Allah. Lalu membaca dan merenungkannya sehingga dari situ kita boleh semakin mengenal Allah dan dengan semakin mengenal-Nya tentu kita akan semakin mengasihi-Nya.

G E R E J A

G E R E J A

I. PENDAHULUAN

Bila kita membuka kembali lebaran sejarah maka akan ditemukan suatu kenyataan yang mengherankan bahwa sepanjang 2000 tahun gereja telah ikut ambil bagian dalam menentukan perjalanan sejarah dunia. Perkumpulan orang-orang Kristen ini memang kecil dan nyaris tidak berdaya bahkan terus-menerus diperhadapkan dengan berbagai-bagai penganiayaan mengerikan sejak zaman dulu hingga detik ini. Namun dalam ketidakberdayaannya itu ternyata si Kecil punya pengaruh besar dalam sejarah dunia.

Pengaruh Gereja bagi sejarah dunia bisa disebutkan di sini antara lain, kekristenanlah yang menghapuskan penyembahan berhala dan kehidupan amoral dalam kekaisaran Romawi kuno, hasil-hasil seni dan kebudayaan Eropa pada Abad Pertengahan terinspirasi dari ajaran kekristenan, keunggulan budaya bangsa Amerika awalnya dibangun di atas prinsip-prinip kekristenan. Dan pengaruh kekristenan yang bisa kita saksikan sendiri di negeri ini ialah para utusan Injilah yang membawa masyarakat primitif di Papua ke dalam peradaban baru.


II. APA ITU GEREJA

Melihat begitu besarnya pengaruh gereja terhadap perjalanan sejarah dunia ini mungkin akan menimbulkan satu pertanyaan dari kita apa itu gereja? Bagi sebagian orang gereja adalah fisik gedung yang ditandai dengan salib. Selain itu gereja juga identik dengan organisasi dan upacara keagamaan. Bila pengertian kita tentang gereja seperti itu tidaklah salah namun bukan itu intinya. Semuanya itu memang bagian dari gereja namun sifatnya hanya pelengkap yang tanpa itu pun gereja bisa tetap berdiri.

Kata gereja berasal dari istilah asing (Yunani) yaitu ekklesia. Kata ekklesia ini dapat diartikan sebagai kumpulan atau sidang rakyat yang berkumpul di satu tempat karena mempunyai kepentingan yang sama. Biasanya pada zaman dulu kalau ada perkara-perkara yang perlu diselesaikan rakyat keluar dari rumahnya masing-masing lalu berkumpul di lapangan yang luas untuk bersidang. Tindakan seperti itulah yang disebut dengan ekklesia (Kis 19:39).

Kemudian dalam perkembangannya kata ekklesia ini diadopsi oleh kekristenan menjadi pengertian dari gereja. Bagi kekristenan ekklesia atau gereja merupakan kumpulan orang-orang percaya kepada Kristus yang dipanggil oleh Allah keluar dari dunia ini untuk melayani-Nya. Jadi gereja bukan lagi gedung, organisasi atau upacara keagamaan. Lebih dari itu gereja merupakan kumpulan orang percaya.

Gereja juga mempunyai dua sisi, yaitu gereja yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Gereja yang kelihatan adalah gereja yang dapat kita lihat secara organisasi dimana mempunyai anggota, gedung dan pengurus contohnya GRI Petra, GPIB Effata, GBI dan lain-lain. Gereja yang seperti ini diakui penuh dengan kelemahan dan dosa, singkatnya tidak satu pun diantaranya yang sempurna. Sedangkan gereja yang tidak kelihatan merupakan gereja dalam kepercayaan (iman) yang mencakup semua umat Allah di segala bangsa, segala waktu, termasuk yang sudah meninggal maupun mereka yang belum dilahirkan. Dan gereja yang tidak kelihatan ini terdapat di dalam gereja yang kelihatan tadi. Artinya di dalam GRI Petra, GPIB Effata, GBI dan di seluruh gedung gereja terdapat orang-orang pilihan yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus – itulah gereja sejati. Selebihnya hanya orang yang mengaku Kristen dan tergabung dalam gedung gereja saja.



III. GEREJA DALAM PL DAN PB

Kita yang hidup di masa ini barangkali berpikir bahwa gereja Tuhan hanya ada pada masa Perjanjian Baru saja, tepatnya sejak peristiwa Pentakosta di Yerusalem sana (Kis 2:1-13). Namun sesunggunya jauh sebelum peristiwa Pentakosta gereja sudah ada dalam masa Perjanjian Lama. Ketika Allah mengadakan perseteruan antara benih ular dengan benih manusia saat itulah Allah mulai memanggil dan mengumpulkan umat-Nya atau gereja-Nya.

Kemudian perbuatan Allah yang memanggil dan mengumpulkan umat-Nya ini nyata sekali dalam panggilan Allah terhadap Abraham. Abraham dipanggil keluar dari kampung halamanya yang sarat dengan penyembahan berhala dan dibawa (dikumpulkan) di tanah Kanaan untuk melayani Tuhan. Demikian pula dengan panggilan Allah terhadap bangsa Israel. Bangsa ini di bawa keluar dari tanah perbudakan di Mesir untuk menjadi umat dan saksi Tuhan. Adapun ciri-ciri gereja dalam masa Perjanjian Lama, yaitu Allah yang memanggil dan mengumpulkan, ditetapkan untuk melayani Tuhan, diberikan firman Tuhan dan beriman kepada Tuhan.

Lalu dalam Perjanjian Baru keberadaan gereja semakin jelas lagi. Sebagaimana yang sudah disinggung tadi pada masa Pentakosta Tuhan memanggil umat-Nya, mengumpulkan mereka menjadi satu persekutuan, membentuk satu gereja; itu semua hanya berdasarkan perbuatan Yesus Kristus. Jadi di luar Kristus tidak mungkin ada gereja atau seseorang bisa menjadi umat Allah. Kristuslah dasar dari gereja (1 Kor. 3:11).


IV. KEANEKARAGAMAN GEREJA

Gereja Tuhan yang ada di dunia ini diakui mempunyai bentuk yang banyak sekali. Bukankah banyak gereja-gereja yang kita lihat, sehingga timbullah pertanyaan: gereja manakah yang benar? Sebelum menjawab pertanyaan itu sebaiknya kita melihat dulu latar belakang dari keragaman gereja ini.

Pada mulanya gereja hanya satu. Kemudian dalam perjalanannya kita bisa menyaksikan bagaimana yang satu ini mulai terpisah-pisah satu sama lain, ada yang masih berhubungan dan ada juga yang sama sekali tidak lagi mempunyai hubungan dengan yang lain

Perpisahan gereja-gereja ini yang dulunya hanya satu umumnya disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang Alkitab. Memang isi Alkitab terlalu kaya untuk dimengerti habis-habisan oleh satu orang saja sehingga sedikit sekali yang bisa ditangkap. Dan celakanya apa yang ditangkap itu dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dan memandang yang lain kurang benar. Hal itulah yang menyebakan perpecahan dalam gereja.

Sebenarnya perbedaan pandangan tentang Alkitab itu bisa memperkaya gereja dan kalau ada kasih pasti tidak akan terjadi perpecahan tapi karena kepicikan dan nafsu manusia maka seringkali terjadi perpecahan dalam gereja.

Kembali, diantara banyak bentuk gereja ini, manakah gereja yang benar? Jawabannya tidak ada satu gereja yang paling benar dan yang lain salah semua. Di dalam dunia ini semua gereja (yang kelihatan) tidak murni akan tetapi gereja-gereja itu adalah perwujudan dari perjuangan ke arah kemurnian. Karena itu biarlah gereja-gereja jangan saling memfitnah bahkan mengutuk yang lain. Tetapi sebagaimana doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17 biarlah gereja menjadi satu tubuh Kristus yang utuh.


V. TUGAS GEREJA

Gereja hadir di dunia ini tentu dengan suatu maksud ilahi. Setidaknya ada tiga tugas gereja, yaitu bersekutu (koinonia), berbagi (diakonia) dan bersaksi (marturia). Untuk tugas pertama gereja terpanggil untuk memelihara persekutuan yang intim baik dengan sesama tubuh Kristus (jemaat) maupun dengan Tuhan. Untuk alasan inilah maka setiap gereja mengadakan ibadahnya setidaknya sekali seminggu.

Lalu yang kedua, gereja terpanggil juga untuk berbagai dengan sesama. Berbagi di sini mengarah pada pelayanan sosial. Gereja mempunyai tanggungjawab sosial khususnya kepada orang-orang yang miskin dan terlantar. Dari situ gereja bisa membagikan kasih Kristus kepada mereka. Dan tugas gereja yang ketiga, yaitu bersaksi. Sebelum Tuhan Yesus naik ke surga Ia memberikan amanat supaya gereja pergi ke seluruh dunia dan menjadi saksi-Nya (Mat. 28:19-20). Gereja perlu memberitakan kabar baik kepada dunia ini. Dan pemberitaan itu bisa di dalakukan di setiap mimbar Kristen atau terjun langsung ke ladang misi.


VI. PENUTUP

Kita sudah belajar tentang gereja walaupun itu baru sedikit sekali namun setidaknya dari situ ada beberapa hal yang perlu kita terapkan dalam kehidupan kekristenan kita. Biarlah sekarang kita melihat gereja tidak melulu pada gedungnya atau organisasinya tetapi sebagai kumpulan orang pilihan Allah. Selain itu dimana pun kita bergereja (organisasi) jangan berpikiran sempit dengan menganggap gereja kitalah yang paling benar. Gereja kita pun tidaklah sempurna namun kita semua, gereja-gereja di dunia sedang menuju pada kesempurnaan karena itu tetaplah pelihara kesatuan gereja. Dan yang terakhir, sebagai gereja biarlah kita menunaikan tugas panggilan kita di dunia ini. Kita, gereja hadir untuk berkoinonia, berdiakonia dan bermaturia.

KEPASTIAN KESELAMATAN KITA

I. Kemungkinan Meragukan Keselamatan
Perjalanan rohani kita di dunia ini ternyata tidak selalu mulus. Akan ada banyak ’kerikil-kerikil’ kehidupan yang harus kita lalui dan bisa membuat kita kesakitan, tersandung atau bahkan sempat berpikiran untuk berhenti saja – tidak mau melanjutkan perjalanan lagi. ’Kerikil-kerikil’ ini bisa berupa tekanan hidup, sakit penyakit, kejenuhan rohani, doa yang tidak terjawab, dan berbagai persoalan hidup lainnya.
Kalau semuanya ini sudah terjadi maka tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan goncangan iman pada orang yang mengalaminya dan bahkan bisa sampai pada tahap meragukan kebenaran iman Kristen yang ia pegang. Kebenaran iman Kristen yang bisa menjadi bahan keraguan ada banyak hal tentunya, salah satunya, yaitu, soal keselamatan: Pastikah keselamatan dalam Yesus itu? Bagaimana mungkin saya percaya bahwa kelak saya akan masuk surga kalau ternyata persoalan hidup (yang berat) ini saja tidak ada jawabannya?
Meragukan dan mempertanyakan soal keselamatan ini bukan hal yang mustahil terjadi dalam diri setiap orang yang sudah menerima Yesus dalam hidupnya baik yang masih ’bayi’ rohani maupun yang sudah dewasa kerohaniannya – tidak ada satu pun yang kebal. Jadi mari kita menyadari bahwa keselamatan yang sudah kita peroleh itu terbuka pada kemungkinan untuk dipertanyakan oleh siapa pun termasuk kita sendiri.

II. Keselamatan Merupakan Sesuatu yang Pasti
Meragukan dan mempertanyakan keselamatan dalam Yesus yang diajarkan oleh Alkitab sah-sah saja dan itu hak setiap orang. Hal itu sudah berulang kali terjadi sepanjang dua ribu tahun sejarah kekristenan. Walaupun demikian namun kita harus tetap pada keyakinan kita bahwa keselamatan dalam Yesus itu adalah sesuatu yang pasti. Apapun yang terjadi tidak akan ada yang menggoncangkan kepastian itu. Sama seperti kepastian matahari selalu terbit pada pagi hari demikianlah pastinya akan keselamatan kita.
Memiliki keyakinan teguh akan kepastian keselamatan adalah sesuatu yang baik dan dibutuhkan di tengah-tengah dunia yang sedang meragukan iman Kristen ini. Hanya perlu kita perhatikan bahwa keyakinan yang tanpa dasar akan menjadi keyakinan yang buta dan kosong. Karena itu keyakian kita akan kepastian keselamatan dalam Yesus mesti memiliki dasar yang jelas dan kuat. Dan dasar itu dapat ditemukan dalam sejumlah kesaksian lembaran Alkitab.

III. Alasan-alasan akan Kepastian Keselamatan
1. Alasan predestinasi (pemilihan) dalam kekekalan
Satu hal yang menjadi hikmat kekristenan yang tak terselami oleh pikiran manusia yang terbatas adalah ajarannya yang mengatakan bahwa dalam kekekalan, jauh sebelum dunia dijadikan Allah telah tahu dan memilih orang-orang pilihan-Nya. Hal itu ditegaskan dalam Efesus 1:4 yang berbunyi demikian: Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Ini sangat mengherankan. Bagaimana mungkin sejumlah orang sudah dipilih oleh Allah sementara orang-orang itu sendiri belum dilahirkan. Itulah ajaibnya Tuhan, Ia mampu menerawang memandang jauh ke depan menembus waktu dan memilih orang-orang pilihan-Nya.
Pemilihan yang dimaksud di sini istilah theologisnya, yaitu predestinasi yang bisa diartikan sebagai pemilihan atas sejumlah orang untuk diselamatkan. Dan itu sejalan juga dengan yang tertulis dalam Efesus 1:4 tadi. Kalau kita memperhatikan konteks ayat itu dan ditambah dengan penjelasan ayat-ayat berikutnya maka kita bisa tahu bahwa itu berbicara tentang pemilihan akan keselamatan – menjadi anak Allah.
Jadi kalau ternyata Allah sudah memilih kita jauh sebelum kita dilahirkan bahkan jauh sebelum dunia dijadikan maka logikanya adalah itu pasti sesuatu yang sangat penting dan berharga. Karena begitu penting dan berharganya keselamatan itu maka tentu Allah tidak akan membiarkannya menjadi sesuatu yang diragukan. Itu tidak mungkin. Kita harus yakin bahwa keselamatan dalam Yesus adalah pasti berdasarkan pemilihan Allah ini dalam kekekalan.
b. Alasan karya Kristus di atas salib
Sebagian besar orang Kristen tahu dan percaya bahwa Yesus, Anak Allah yang Mahatinggi datang ke dunia ini sebagai Juruselamat manusia yang berdosa. Dalam karyaNya yang nanti mendatangkan keselamatan bagi manusia Kristus harus menanggung berbagai-bagai penderitaan. Dan salah satu penderitaan Kristus yang akan diingat sepanjang masa adalah penyalibanNya di atas bukit Golgota.
Menjelang ’naiknya’ Kristus ke atas salib Ia menghadapi pergumulan yang luar biasa antara mau mengambil jalan salib atau menolaknya. Pergumulan itu membuatnya amat tertekan, stres, depresi dan ketakutan hingga keringatNya pun menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Apa yang dialami Kristus ini bisa dimengerti karena salib adalah kematian seribu kali. Siapa yang tidak gentar naik ke sana?
Dan puncak penderitaan Kristus itu, yaitu ketika Ia meneriakkan kalimat yang menyayat hati: ’Eli, Eli lama sabakhtani’ (AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkanKu). Teriakkan itu keluar dari mulutNya karena kepedihan yang Ia rasakan dan lebih lagi dari itu, yaitu karena Allah berpaling, meningalkan Dia seorang Diri. Allah terpaksa meninggalkan Putra-Nya tergantung sendirian di atas salib karena tidak mungkin Allah bersekutu dengan-Nya yang penuh dengan dosa itu (dosa manusia ditanggung oleh Kristus).
Begitu besarnya pengorbanan Kristus dan begitu hebatnya penderitaan yang ditanggungNya semata-mata karena Ia mau menyelamatkan kita manusia yang berdosa ini. Dan karena itu mungkinkah Allah membiarkan keselamatan yang telah dibayar dengan kematian Kristus itu menjadi sesuatu yang tidak pasti. Jawabannya tentu saja tidak. Kristus tidak mungkin berkorban untuk sesuatu yang menjadi bahan keraguan. Jadi pengorbanan Kristus menjadi dasar akan kepastian keselamatan kita.
c. Alasan jaminan dari Allah Tritunggal
Dua alasan di atas sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan kita bahwa keselamatan itu adalah sesuatu yang pasti. Tapi ada baiknya juga kita melihat di sini satu alasan lain tentang jaminan keselamatan kita.
Allah Tritunggal – Bapa, Anak dan Roh Kudus selalu terlibat bersama dalam segala sesuatu di alam semesta ini. Salah satu keterlibatan bersama Allah Tritunggal adalah dalam menjamin keselamatan manusia. Alkitab mengatakan bahwa Allah Bapa berjanji bahwa tidak ada seorang pun diantara orang percaya yang akan binasa atau yang bisa merebutnya dari tangan Bapa. Begitu pula Yesus berjanji bahwa Ia tidak akan membuang kita yang percaya kepadaNya (Yohanes 6:37-40). Dan yang tak kalah penting adalah peranan Roh Kudus yang memeteraikan kita yang percaya sebagai jaminan keselamatan (Efesus 1:13-14).
Jadi boleh dikatakan bahwa ini adalah satu penghiburan yang besar bagi kita orang percaya di dunia ini – yang untuk sementara waktu kerap kali melewati ’kerikil-kerikil’ kehidupan, yaitu Allah Trtitunggal tidak hanya memikirkan dan mengerjakan keselamatan kita. Tetapi Ia juga tahu bagaimana menjamin keselamatan itu sehingga itu menjadi pasti. Ia bertanggungjawab penuh sampai akhirnya nanti keselamatan itu dinyatakan jelas di surga.

4. Bukti nyata akan kepastian keselamatan
Kita telah mengetahui bahwa keselamatan itu adalah sesuatu yang pasti setidaknya dengan ditopang oleh ketiga alasan tadi. Lebih jauh lagi dari itu kiranya kesaksian hidup orang-orang yang telah mengalami keselamatan dalam Yesus turut meneguhkan akan kepastian keselamatan kita. Kesaksian ini seputar perjalanan rohani mereka khususnya dalam hal menghadapi penganiayaan.
Seandainya sejarah kekristenan seumpama lembaran buku maka sudah pasti kita akan menemukan di setiap lembarannya kisah-kisah penganiayaan yang dialami oleh orang-orang percaya yang sebagin besar menyeret mereka dalam kematian (fisik). Ini menjadi pertanyaan besar yang tidak semua orang tahu jawabannya, yaitu kenapa orang-orang Krsiten ini rela menderita bahkan mau mati untuk imannya. Jawabannya ialah karena mereka tahu bahwa sekalipun penderitaan dan kematian menimpa tubuh mereka tapi mereka masih memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga, yaitu keselamatan. Justru penderitaan dan kematiaan itu mempercepat orang Kristen menggapai keselamatannya secara sempurna. Orang Kristen sejati yang sudah mengalami keselamatan tidak akan takut pada penganiayaan atau kematian.
Keteguhan orang-orang Krsiten ini menghadapi penderitaan menjadi bukti nyata bahwa keselamatan itu pasti adanya. Tidak ada orang yang mau menderita dan mati untuk sesuatu yang tidak jelas. Tetapi ada banyak orang yang rela mati untuk keselamatan dalam kekristenan yang pasti itu.


5. Pelajaran rohani
Sudah berapa lama Anda hidup di dunia ini dan sudah berapa banyak ’kerikil’ kehidupan yang Anda lewati? Itu belum belum berakhir. Sepanjang kita masih berjalan di atas bumi ini kita masih akan menemukan ’kerikil-kerikil’ yang lain yang harus kita lalui – tidak ada pilihan lain. Tapi jangan takut dan gentar karena masih ada sesuatu yang menghiburkan kita, yaitu keselamatan, tepatnya kepastian keselamatan kita.
Dengan kepastian keselamatan ini maka suatu saat nanti ketika kita meninggalkan dunia ini beserta dengan segala kepahitan yang ada di dalamnya kita akan memasuki surga tempat Allah bersemayam. Di sana kita akan diberikan kelegaan, air mata kita akan dihapuskan dan penghiburan abadi akan menjadi bagian kita. Karena itu janganlah persoalan-persoalan duniawi ini membuat kita mundur dari iman. Tetapi mari kita berkata seperti Paulus demikian: Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?(Roma 8:35). Jawabannya: Tidak ada.

MAHALNYA KESELAMATAN KITA

MAHALNYA KESELAMATAN KITA

I. Kejatuhan dan Akibatnya
Satu fakta dari Alkitab yang tak terbantahkan dan setiap orang dapat merasakan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kejatuhan manusia dalam dosa. Pada mulanya manusia memang diciptakan baik adanya – tanpa cacat cela sedikit pun. Namun hanya karena keingingan daging leluhur kita (diawali oleh Hawa dan disempurnakan oleh Adam) maka dosa masuk ke dalam dunia dan merusak yang baik yang ada dalam diri kita manusia. Dosa dan buahnya tidak hanya berdampak bagi Adam dan Hawa pada saat itu tetapi lebih jauh lagi buah dosa ini merajalela diantara anak cucunya dari generasi ke generasi tanpa mau berhenti sedetik pun.
Dosa dan buahnya terasa betul menekan hidup manusia. Manusia tidak dapat hidup dalam kebenaran. Sekalipun keinginganya adalah mau berbuat baik tetapi yang timbul selalu yang jahat (Roma 7:19). Itulah akibat dari dosa. Tidak hanya itu, Alkitab mengatakan bahwa upah dosa adalah maut, yang berarti kematian. Kematian di sini menyangkut dua sisi, yaitu kematian jasmani dan kematian rohani (kekal).

II. Usaha Manusia Menyelamatkan Diri dan Kegagalannya
Sekalipun manusia telah jatuh dalam dosa dan hidupnya begitu dirasuk oleh kuasa dosa namun ternyata benih teisme (kepercayaan kepada Allah) masih ada saja dalam dirinya karena manusia memang diciptakan begitu adanya – percaya kepada Allah. Dengan itulah maka dalam kesesatannya manusia masih berusaha untuk kembali kepada Allah. Ditambah lagi ancaman penghukuman yang akan diterimanya kelak mendorong manusia untuk berdamai dengan Penciptanya.
Usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk kembali kepada Allah ada berbagai macam, diantaranya dengan mendirikan agama, berbuat baik, hidup dalam kesalehan, askese (bertapa) dan lain sebagainya. Namun semua usaha tersebut menemui kebuntuan. Manusia frustasi karena pada akhirnya usahanya itu tidak membuatnya menemukan Allah. Dan ancaman kematian kekal dalam neraka masih saja menghantuinya.

III. Bayangan Keselamatan di Israel
Frustasi dan dihantui oleh kematian akan terus menjadi bagian hidup manusia selama Allah belum ditemukan (siapakah yang bisa menemukan Allah?). Apakah Allah pernah hilang sehingga Ia harus dicari sampai ketemu? Jawabannya tentu saja tidak. Allah tidak kemana-mana, dosalah yang membutakan manusia sehingga ia tidak dapat menemukan Allah-nya dan tidak akan pernah bisa menemukan-Nya.
Walaupun demikian namun karena begitu besar kasih Allah akan manusia berdosa ini maka Ia berinisiatif untuk memanggil manusia kembali kepada-Nya. Panggilan itu pertama sekali dikumandangkan di Taman Eden (Kej.3:9). Selanjutnya panggilan yang bernada keselamatan itu diteruskan di tengah-tengah bangsa Israel. Singkatnya di Israellah muncul bayangan keselamatan yang akan datang.
Adapun bayangan keselamatan itu dapat disaksikan dalam upacara-upacara keagamaan Yahudi khususnya dalam hal memberikan korban persembahan. Israel diharuskan memberikan korban persembahan berupa binatang kepada Allah sebagai sarana pengahapusan dosa. Korban ini dimaksudkan sebagai pengganti orang berdosa yang semestinya menerima murka Allah. Di atas binatang persembahan itu setiap orang meletakkan tangannya sebagai pengakuan iman bahwa ia merupakan orang berdosa dan memerlukan pengampunan Allah supaya ia tetap hidup.

IV. Penggenapan Keselamatan Dalam Yesus
a. Mahalnya keselamatan itu
Apa yang dilakukan di Israel itu berlangsung selama berabad-abad. Namun sekali lagi itu hanyalah bayangan keselamatan yang akan datang. Barulah dua ribu tahun yang lalu keselamatan itu digenapi dalam karya penebusan yang dikerjakan oleh Yesus. Sebelum lebih jauh membahas ini, di sini mau ditegaskan terlebih dahulu bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus itu merupakan sesuatu yang sangat mahal.
Yesus, Anak Allah datang ke dunia menjadi seorang manusia demi satu misi penting, yaitu menyelamatkan manusia. Kurang lebih tiga puluh tahun Yesus menjalani hidup sebagai manusia normal. Selanjutnya tiga setengah tahun berikutnya dalam kemanusian-Nya Ia melayani mulai dari Galilea (Israel Utara) dan berlanjut di Yudea (Israel Selatan). Puncak pelayanan Yesus, yaitu di atas kayu salib.
Alkitab mengatakan bahwa salib merupakan tempat orang terkutuk (Galatia 3:13) dan hukum Romawi menetapkan salib sebagai tempat penghukuman penjahat besar. Jadi tidaklah pada tempatnya kalau Anak Allah Yang Kudus tergantung di sana. Walaupun demikian namun faktanya, ialah Yesus pernah tergantung dan mati di atas kayu salib. Kenapa? Jawabannya: untuk menggenapi apa yang sudah berlangsung di Israel selama berabad-abad.
Jika di Israel korban persembahan digunakan sebagai sarana penghapusan dosa maka ketika Yesus disalibkan Ia menggenapi bayangan itu. Yesus menjadi korban persembahan yang sejati untuk penghapusan dosa manusia.
Apa yang dilakukan oleh Yesus ini merupakan sesuatu yang sangat mahal. Mahalnya keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus ini terletak pada diri korban persembahan itu. Untuk penghapusan dosa bukan lagi dengan korban binatang yang dikerjakan berulang-ulang kali. Tetapi diri Yesus sendiri, Anak Allah, Yang Kudus menjadi korban. Dalam 1 Petrus 1:18-19 tertulis demikian: ”Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”
Logika manusiawi kita bisa saja berkata: Untuk menyelamatkan manusia, Allah bisa melakukan berbagai cara – bukankah Ia Allah yang Mahakuasa yang bisa melakukan apa yang Ia mau? Ia bisa menyuruh malaikat untuk melakukan misi penyelamatan, Ia bisa memilih salah seorang nabi untuk menjadi juruselamat atau kalau tidak, Ia bisa tetap menggunakan korban binatang yang dipraktekkan di Israel sebagai sarana penyelamatan. Itu sudah cukup. Atau kalau masih kurang juga Ia bisa menggunakan kekayaan duniawi ini sebagai tebusan manusia. Tapi kenyataannya tidaklah demikian. Allah bersikeras untuk mengutus Yesus melakukan misi penyelamatan dengan jalan mati di atas kayu salib.
Allah tetap tidak mau memakai sesuatu yang di luar jalan salib sekalipun itu penghulu malaikat, nabi terkudus, domba yang sempurna atau bahkan ditambah dengan seluruh kekayaan duniawi ini untuk mengerjakan keselamatan karena pasti ada alasannya. Alasannya, yaitu salah satu diantara yang ditawarkan itu atau gabungan semuanya tidak cukup harganya untuk tebusan bagi kejahatan manusia di hadapan Allah. Allah menghendaki sesuatu yang lebih – yang sangat mahal. Dan yang mahal itu adalah darah Yesus sendiri yang tak bernoda dan tak bercacat oleh dosa.
b. Yang mahal itu diberikan secara cuma-cuma
Sejarah dan pengalaman hidup kita telah membuktikan dengan sangat jelas bahwa keselamatan itu menjadi sesuatu yang langka dan mahal bagi kita manusia. Kita telah berusaha untuk mendapatkannya dengan berbagai cara tetapi hasilnya sama saja nihil. Itu menjadi sesuatu yang seperti di awan-awan – ada, tetapi mustahil dimiliki.
Karena keselamatan itu sangat mahal dan tidak mungkin diperoleh oleh manusia dengan usahanya sendiri maka itulah yang menjadi alasan kenapa Yesus tampil sebagai Juruselamatan – Ia mengerjakan keselamatan dengan sempurna dan ternyata Ia berhasil memperolehnya. Walaupun demikian namun itu tidak serta merta manusia bisa memilikinya. Manusia masih saja merana. Manusia tidak bisa menyuap atau membelinya dari Yesus.
Namun syukur kepada Allah karena begitu besar kasih-Nya akan kita yang berdosa ini maka yang sangat mahal itu, yang tidak mungkin terbeli oleh kita itu diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Dan untuk memperoleh keselamatan kita tidak juga diminta melakukan sesuatu terlebih dahulu tetapi Allah sendiri dalam Yesus datang memberikan keselamatan itu. Kita hanya perlu membuka diri dan menerimanya dari Allah.

V. Pelajaran Rohani
Dari topik ini kita dapat menarik beberapa pelajaran rohani untuk diterapkan dalam kehidupan kita sebagai orang Krsiten. Yang pertama kita harus menyadari bahwa sama seperti semua keturunan Adam-Hawa kita adalah orang berdosa. Dan dengan keberdosaan itu hanya ada satu tempat yang pantas untuk kita kelak, yaitu neraka. Tidak ada usaha apapun yang bisa kita lakukan untuk melepaskan diri dari sana. Kita sedang terancam.
Namun syukur kepada Allah karena kasih-Nya saja maka Ia menyelamtakan kita melalui pengorbanan Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal itu. Keselamatan itu tidak murahan sebaliknya itu sangat mahal. Karena terlalu mahal maka tak seorang pun yang bisa membelinya. Dan karena itu tak terbeli maka Allah dalam kemurahan-Nya memberikan kepada setiap orang percaya secara cuma-cuma. Jadi akhirnya mari kita menjaga dan menghargai keselamatan itu dengan menghasilkan buah-buah pertobatan sebagai bukti dari keselamatan kita. Amin

LAGU KEBANGSAAN ISRAEL

Hatikva merupakan lagu kebangsaan Israel. Kata Ibrani ini arti harafiahnya adalah "Harapan". Lirik Hatikvah digubah oleh Naphtali Herz Imber (1856-1909) di Jassy pada tahun 1878. Ia berasal dari Galisia (sekarang berada di Polandia, Rumania dan Ukraina). Pada proklamasi Israel pada tahun 1948, lagu ini dijadikan lagu kebangsaan Israel. כל עוד בלבב פנימה Kol `od balevav P'nimah Jauh di lubuk hati, נפש יהודי הומיה, Nefesh Yehudi homiyah, nafas seorang Yahudi mendesah, ולפאתי מזרח קדימה Ulfa'atey mizrach kadimah dan sampai ke ufuk timur, עין לציון צופיה Ayin l'tzion tzofiyah. mata tetap memandang Zion, עוד לא אבדה תקותנו, Od lo avdah tikvatenu Tetapi harapan kami tidaklah hilang, התקוה בת שנות אלפים, Hatikvah bat shnot alpayim: Harapan selama duaribu tahun, להיות עםחופשיבארצנו Li'hyot am chofshi b'artzenu Menjadi orang merdeka di tanah sendiri, ארץ ציון וירושלים. Eretz Tzion v'Yerushalayim.Tanah Zion dan Yerusalem.

TEKS PROKLAMASI KEMERDEKAAN ISRAEL

Oleh karena itu kami sebagai anggota dewan rakyat, representasi Masyarakat Yahudi dan Gerakan Zionis berada di sini untuk berkumpul pada hari berakhirnya mandat Inggris Raya atas Eretz-Israel. Atas dasar hak alamiah dan hak kesejarahan serta kekuatan resolusi Majelis Umum PBB, dengan ini kami memproklamasikan berdirinya sebuah Negara Yahudi di Tanah Israel yang akan disebut Negara Israel (18 Mei 1948)

Komen di sini


ShoutMix chat widget