MENJADI SUKSES DENGAN PRINSIP ALKITAB
I. Pendahuluan
Sejak dulu orang Yahudi dikenal sebagai orang-orang yang sukses dalam bisnis. Walaupun populasi Yahudi di dunia sedikit sekali tetapi ironisnya justru mayoritas orang kaya di dunia berasal dari bangsa ini, sebut saja mereka seperti George Soros (spekulan), Rothschild (bangkir), Bill Gates (software), Roman Abramovich (minyak), Rupert Murdoch (media) dan Walt Disney (animasi).
Mitos mengatakan bahwa orang Yahudi mengumpulkan kekayaannya melalui praktek bisnis yang licik. Ada juga anggapan bahwa mereka diuntungkan dari faktor gen keturunan dan status sebagai umat pilihan Tuhan. Bahkan ada anggapan yang cukup menggelikan, yaitu kesuksesan bangsa Yahudi dipengaruhi oleh kebiasaan mereka makan ikan haring.
Apapun kata orang tentang kesuksesan bangsa Yahudi tetapi dua orang pakar Yahudi, yaitu Rabi Levi Brackman dan Sam Jaffe dalam buku mereka menceritakan kunci kesuksesan bangsa Yahudi, yaitu melalui kesetiaan menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam bisnis.
II. Prinsip-prinsip Alkitab dalam bisnis Yahudi
Orang Yahudi sadar atau tidak sadar dan sengaja atau tidak sengaja umumnya menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam setiap bisnis mereka. Hal itulah yang membuat mereka bisa bertahan dalam tekanan, krisis yang berkepanjangan. Tidak saja bertahan, mereka bahkan mampu unggul dan menjadi kaya raya. Adapun prinsip Alkitab yang diterapkan dalam bisnis orang Yahudi penulis mencoba menguraikannya walaupun itu hanya sebagain kecil saja.
1. Mengenali kemampuan sendiri
Menurut orang Yahudi: ’Allah mampu menciptakan alam semesta ini karena dalam diri-Nya ada potensi untuk bisa menciptakan’. Selain memiliki potensi untuk menciptakan, Allah juga menjadikan pekerjaan itu menjadi sesuatu yang menyenangkan – Ia selalu memandang hasil ciptaan-Nya dengan baik (Kej. 1:4, 10,12, 18, 21, 25 & 31). Hal itulah yang mempengaruhi kesuksesan dari penciptaan alam semesta seperti yang kita lihat sekarang.
Prinsip dari penciptaan itu diterapkan oleh orang Yahudi dalam bisnis. Mereka berbisnis di bidang yang mereka mampu (berpotensi) – mereka tidak melakukan sesuatu yang bukan bidang mereka. Selain itu, pekerjaan itu mereka jadikan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Inilah yang menjadi salah satu faktor kesuksesan mereka.
Contoh nyata:
Elon Musk terkenal sebagai orang yang sukses dalam bidang peluncuran roket ke luar angkasa. Kesuksesan ini sangat dipengaruhi oleh potensi yang sudah ada dalam dirinya. Sejak kecil Elon selalu memimpikan untuk bisa meluncurkan roket dan niat itu ia wujudkan ketika sudah dewasa.
2. Mempunyai pendirian untuk maju
Dalam tradisi Yahudi ada penafsiran tentang sikap orang Israel ketika pasukan Firaun mengejar mereka di tepi Laut Teberau. Dalam peristiwa yang genting itu setidaknya ada empat sikap yang berbeda dari bangsa Israel, yaitu bunuh diri, melawan, mundur kembali dengan menjadi budak dan menyerah pada nasib. Keempat sikap ini menggambarkan sikap orang dalam menjalankan bisnisnya.
a. Sikap bunuh diri dalam keadaan terjepit sama dengan tindakan orang yang menutup perusahaannya ketika masa krisis.
Contoh nyata:
Perusahaan Targeted Genetics yang bergerak di bidang bioteknologi memilih untuk tidak menutup perusahaannya walaupun saat itu sedang ditekan oleh krisis keuangan. Dan hasilnya perusahaan ini bisa bangkit kembali bahkan produknya bisa menolong jutaan para pengidap penyakit AIDS.
b. Sikap melawan ketika diserang sama seperti perusahaan yang menyerang balik para pelanggan yang merugikan perusahaan.
Contoh nyata:
Hal ini pernah dilakukan industri rekaman CD ketika lagu-lagu produksi mereka didowloud dari internet secara gratis. Seharusnya industri ini mencoba memikirkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi dan bukannya menyerang para pelanggannya dengan membawa mereka ke pangadilan.
c. Sikap mundur kembali menjadi budak sama dengan sikap perusahaan yang dalam masa-masa krisis tetap saja bertahan dengan pola lama dan tidak mencoba menemukan sesuatu yang baru.
Contoh nyata:
Ketika harga minyak dunia melonjak naik perusahaan General Motors tetap memproduksi mobil model lamanya yang berukuran besar akibatnya tidak ada yang mau membeli mobil-mobil perusahaan ini. Berbeda dengan General Motor, Toyota mencoba menawarkan sesuatu yang baru dalam masa krisis itu dengan memproduksi mobil-mobil model baru yang irit bahan bakar. Dan hasilnya adalah untuk pertama kalinya penjualan Toyota melampaui penjualan General Motors.
d. Menyerah pada nasib sama dengan sikap perusahaan yang menyerah dan tidak mau
melakukan apa-apa lagi ketika krisis datang.
Contoh nyata:
Pada tahun 1998 ketika harga saham berjatuhan, Jim Cramer bangkrut dan malas untuk berusaha, ia hanya bisa menjual sahamnya yang sudah jatuh nilainya. Tetapi istrinya, Karen Cramer berkeras untuk tidak menjual saham itu. Ia berkemauan keras untuk bangkit kembali dan hasilnya adalah perusahaan mereka pulih kembali.
Keempat sikap di atas di mata orang Yahudi adalah sikap yang bodoh dan bisa menyeret perusahaan ke dasar kehancuran. Karena itu mereka menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan di atas dalam menjalankan bisnisnya. Sebaliknya yang mereka terapkan dalam bisnis ialah perintah Musa yang mengatakan: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."(Kel. 14:13-14).
Menariknya, perkataan Musa ini jelas-jelas membantah keempat sikap di atas:
1. Perkataan: Janganlah takut membantah sikap yang mau bunuh diri.
2. Perkataan: Berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan
diberikan-Nya hari ini kepadamu membantah sikap yang mau melawan.
3. Perkataan: Sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat
lagi untuk selama-lamanya membantah sikap yang mau mundur kembali menjadi
budak.
4. Perkataan: TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja
membantah sikap yang mau menyerah pada nasib.
Inti dari semua perkataan Musa itu adalah hendaknya orang Israel terus maju sekalipun ada ancaman besar dari belakang, yaitu pasukan Firaun dan bahaya yang menanti di depan mata, yaitu Laut Teberau. Demikian juga dalam berbisnis, orang Yahudi bertekad untuk terus maju sekalipun bahaya sedang mengancam bisnis mereka. Memang seperti perusahaan kebanyakan, perusahaan Yahudi ada juga yang rontok ketika diterpa krisis. Tetapi bedanya adalah, sekalipun bisnis mereka gagal bukan berarti itu akhir segalanya. Orang Yahudi selalu bangkit dan terus maju sampai akhirnya sukses dan menjadi kaya raya seperti yang kita saksikan saat ini dalam diri Bill Gates atau Walt Disney.
3. Menjaga Kerendahan Hati
Kehancuran bisnis seseorang bisa dipengaruhi oleh sikap yang angkuh. Keangkuhan itu sendiri mempunyai dua jenis, yaitu angkuh karena arogan, tidak tahu batas kemampuannya dan angkuh karena keingingan untuk mencari kepentingan diri sendiri. Kedua jenis keangkuhan ini terlihat dari hidup dua tokoh Alkitab, yaitu Firaun dan dan Korah. Firaun melihat dirinya sangat kuat, tak tertandingin lagi sehingga ia berani menantang Allah (Kel. 5:2) dan hasilnya adalah kematiannya sendiri di Laut Teberau. Sedangkan Korah menjadi angkuh sehingga ia mau merebut jabatan imam tentu saja untuk kepentingan dirinya sendiri (Bil. 16) dan hasilnya pun adalah kematian.
Contoh nyata kasus Firaun:
Angelo Mozillo yang terkenal sebagai pengusaha sukses ketika di masa krisis tidak mau meminta nasehat para seniornya. Dengan arogan ia merasa mampu mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantu orang lain. Akibatnya ialah perusahaannya mengalami kehancuran.
Contoh nyata kasus Korah:
John Meriwether yang merasa mempunyai kemampuan, meminjam bagitu banyak uang tanpa terkendali untuk memperoleh keuntungan yang besar. Tetapi ketika di masa krisis perusahaannya menjadi hancur.
Sekali lagi, orang Yahudi begitu ketat menjaga diri untuk tidak melakukan dosa keangkuhan ini. Sebaliknya mereka menjalankan bisnis dengan penuh kerendahan hati. Kerendahan hati ini dicontoh dari Musa. Musa yang adalah pemimpin besar ternyata memiliki kerendahan hati yang luarbiasa. Sekalipun ia orang hebat tetapi ketika Yitro, mertuanya yang tidak terkenal itu mengunjunginya, ia menyambut dengan hormat (Kel. 18:7) bahkan ketika Yitro memberikan nasehat untuk mengangkat hakim-hakim, Musa pun menerima itu dengan berbesar hati (Kel. 18:13-24).
Contoh nyata:
John Morgridge membenahi perusahaannya dengan terlebih dahulu mendamaikan setiap karyawannya yang mempunyai masalah dengan keangkuhan – ada perang ego diantara karyawan. Hasilnya pun sangat memuaskan dimana perusahaan itu menjadi produktif dan meraup keutungan yang besar.
4. Belajar dari para leluhur
Saat berbisnis orang Yahudi belajar dari kegagalan maupun keberhasilan leluhur mereka, khususnya Abraham, Ishak dan Yakub.
Dalam Talmud (kitab suci orang Yahudi selain PL) diceritakan bahwa Abraham adalah orang yang memperkenalkan sekaligus menyebarkan monotheisme. Penyebaran monotheisme ini pada awalnya cukup sukses tetapi itu tidak bertahan lama karena Abraham bekerja sendiri. Ia tidak berbagi tugas dengan orang lain dan juga tidak mau membangun wadah pekerjaannya itu.
Contoh nyata:
Perusahaan Vonage pada awalnya sukses menjual layanan telepon internet di pasar. Tetapi karena perusahaan ini dikontrol dari pusat saja dan tidak ada fasilitas layanan untuk pelanggan sehingga para pelanggan meninggalkannya.Layanan pelanggan penting untuk mempertahankan kesetiaan para konsumen.
Berbeda dengan Abraham, Ishak mempunyai sikap yang memulai sesuatu lalu ia lepas tangan dari situ. Ia terlalu memberikan kepercayaan kepada orang lain tanpa pengawasan misalnya dalam kasus pemilihan istrinya (Kej. 24) dan penggalian sumur (Kej. 26:18-22). Akibatnya ialah ia sering diperhadapkan dengan masalah.
Contoh nyata:
Kejatuhan perusahaan Bernie Ebbers disebabkan tidak adanya pengontrolan pembukuan keuangan para eksekutifnya.
Belajar dari pengalaman kakek dan ayahnya, Yakub memadukan kedua sikap di atas. Dalam menjalankan usahanya, Yakub terjun langsung ke lapangan tetapi selain itu ia juga belajar berbagai tugas dengan orang lain dan hasilnya ialah usahanya maju dan dalam waktu yang singkat ia menjadi kaya raya. Sikap inilah yang diterapkan orang Yahudi sampai sekarang dalam semua jenis bisnis mereka.
Contoh nyata:
Howard Jones dalam menjalankan perusahaannya ia mau berbagai tugas dengan bawahannya. Setelah berbagai tugas, ia tetap mengontrol perjalanan perusahaan itu.
5. Mempunyai Kemampuan Bernegosiasi
Dalam Kej. 18:16-33 diceritakan tentang rencana Allah menghukum kota Sodom dan Gomora. Ketika Abraham tahu rencana itu, ia tidak berusaha menghalangi Allah tetapi ia mencoba memberikan penawaran lain, yaitu isu keadilan (Kej. 18:23). Dan hasilnya, yaitu kedua pilihan, baik rencana Allah maupun isu keadilan sama-sama terpenuhi. Orang Yahudi pun setiap kali melakukan transaksi jual beli mereka selalu memperhatikan kemampuan untuk bernegosiasi. Mereka berusaha menghasilkan keputusan yang terbaik, yang sama-sama menguntungkan baik rekan bisnis maupun diri mereka sendiri.
Contoh nyata:
Perusahaan Soutwestern Production Coorperation ketika hendak membeli sumur minyak dari Mobile Cooperation tidak memperdebatkan masalah harga yang tinggi. Mereka memenuhi keingingan Mobile Cooperation dengan syarat diijinkan untuk mulai menggali sumur itu sementara proses transaksi berlangsung. Hasilnya ialah Mobile Cooperation diuntungkan dan Soutwestern Production Coorperation pun diuntungkan karena bisa menggali minyak selagi proses transaksi berlangsung.
6. Memiliki mental kewirausahaan spritual
Dalam dunia usaha ada tiga model, yaitu kewirausahaan klasik, kewirausahaan sosial dan kewirausahaan spritual.
Kewirausahaan klasik menjalankan usahanya dengan tujuan utama untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan sumbangsih buat orang lain atau masyarakat.
Contoh nyata:
Donald Trump
Kewirausahaan sosial menjalankan usahanya dengan cara membuat aksi sosial untuk membantu masyarakat yang kecil. Dan dari situ diperoleh keuntungan perusahaan.
Contoh nyata:
Muhammad Yunus
Kewirausahaan spritual menjalankan usahanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dan keuntungan itu kemudian digunakan murni untuk menolong orang atau untuk keperluan kerohanian.
Contoh nyata:
Lev Leviev, seorang pengusaha berlian memberikan sepuluh persen dari keuntungan perusahaannya untuk kegiatan rohani dan menolong orang miskin.
Dari ketiga model kewirausahaan itu, orang Yahudi selalu memilih model yang ketiga. Mereka berbisnis, bekerja keras dan hasilnya mereka sumbangkan. Akibatnya mereka semakin kaya saja. Seorang tokoh pernah mengatakan demikian: ’Jadikan bisnis anda menjadi tempat untuk beribadah.’ Saat berbisnis dan memikirkan akan hasilnya yang sepuluh persen bagi kebaikan orang lain saat itu kita sedang beribadah.
7. Selalu berpikir postif
Nuh diperintahkan oleh Tuhan untuk membawa dalam bahteranya binatang-binatang yang halal. Perintah membawa binatang yang halal itu dipandang oleh orang Yahudi sebagai sikap yang berpikiran posistif. Jadi dalam berbisnis pun mereka selalu berpikiran positif. Selain berpikiran posistif mereka juga bertindak positif.
III. Penutup
Bagi kita orang Kristen barangkali cara orang Yahudi melihat dan menerjemahkan ayat-ayat Alkitab dalam dunia bisnis mereka keluar dari konteks ayat-ayat itu sendiri. Walaupun demikian, penulis tidak mempermasalahkan soal penafsiran ayat-ayat yang digunkan tetapi penulis menghargai semangat mereka yang mau berbisnis dengan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip Alkitab. Semoga semangat orang Yahudi ini bisa menginsiparisi setiap kita orang Kristen khususnya yang menggeluti dunia bisnis. Biarlah kita berhasil dalam setiap usaha kita dan bisa menjadi berkat bagi dunia ini serta memuliakan Tuhan.
Samuel Novelman Wau, S.Th
Sejak dulu orang Yahudi dikenal sebagai orang-orang yang sukses dalam bisnis. Walaupun populasi Yahudi di dunia sedikit sekali tetapi ironisnya justru mayoritas orang kaya di dunia berasal dari bangsa ini, sebut saja mereka seperti George Soros (spekulan), Rothschild (bangkir), Bill Gates (software), Roman Abramovich (minyak), Rupert Murdoch (media) dan Walt Disney (animasi).
Mitos mengatakan bahwa orang Yahudi mengumpulkan kekayaannya melalui praktek bisnis yang licik. Ada juga anggapan bahwa mereka diuntungkan dari faktor gen keturunan dan status sebagai umat pilihan Tuhan. Bahkan ada anggapan yang cukup menggelikan, yaitu kesuksesan bangsa Yahudi dipengaruhi oleh kebiasaan mereka makan ikan haring.
Apapun kata orang tentang kesuksesan bangsa Yahudi tetapi dua orang pakar Yahudi, yaitu Rabi Levi Brackman dan Sam Jaffe dalam buku mereka menceritakan kunci kesuksesan bangsa Yahudi, yaitu melalui kesetiaan menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam bisnis.
II. Prinsip-prinsip Alkitab dalam bisnis Yahudi
Orang Yahudi sadar atau tidak sadar dan sengaja atau tidak sengaja umumnya menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam setiap bisnis mereka. Hal itulah yang membuat mereka bisa bertahan dalam tekanan, krisis yang berkepanjangan. Tidak saja bertahan, mereka bahkan mampu unggul dan menjadi kaya raya. Adapun prinsip Alkitab yang diterapkan dalam bisnis orang Yahudi penulis mencoba menguraikannya walaupun itu hanya sebagain kecil saja.
1. Mengenali kemampuan sendiri
Menurut orang Yahudi: ’Allah mampu menciptakan alam semesta ini karena dalam diri-Nya ada potensi untuk bisa menciptakan’. Selain memiliki potensi untuk menciptakan, Allah juga menjadikan pekerjaan itu menjadi sesuatu yang menyenangkan – Ia selalu memandang hasil ciptaan-Nya dengan baik (Kej. 1:4, 10,12, 18, 21, 25 & 31). Hal itulah yang mempengaruhi kesuksesan dari penciptaan alam semesta seperti yang kita lihat sekarang.
Prinsip dari penciptaan itu diterapkan oleh orang Yahudi dalam bisnis. Mereka berbisnis di bidang yang mereka mampu (berpotensi) – mereka tidak melakukan sesuatu yang bukan bidang mereka. Selain itu, pekerjaan itu mereka jadikan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Inilah yang menjadi salah satu faktor kesuksesan mereka.
Contoh nyata:
Elon Musk terkenal sebagai orang yang sukses dalam bidang peluncuran roket ke luar angkasa. Kesuksesan ini sangat dipengaruhi oleh potensi yang sudah ada dalam dirinya. Sejak kecil Elon selalu memimpikan untuk bisa meluncurkan roket dan niat itu ia wujudkan ketika sudah dewasa.
2. Mempunyai pendirian untuk maju
Dalam tradisi Yahudi ada penafsiran tentang sikap orang Israel ketika pasukan Firaun mengejar mereka di tepi Laut Teberau. Dalam peristiwa yang genting itu setidaknya ada empat sikap yang berbeda dari bangsa Israel, yaitu bunuh diri, melawan, mundur kembali dengan menjadi budak dan menyerah pada nasib. Keempat sikap ini menggambarkan sikap orang dalam menjalankan bisnisnya.
a. Sikap bunuh diri dalam keadaan terjepit sama dengan tindakan orang yang menutup perusahaannya ketika masa krisis.
Contoh nyata:
Perusahaan Targeted Genetics yang bergerak di bidang bioteknologi memilih untuk tidak menutup perusahaannya walaupun saat itu sedang ditekan oleh krisis keuangan. Dan hasilnya perusahaan ini bisa bangkit kembali bahkan produknya bisa menolong jutaan para pengidap penyakit AIDS.
b. Sikap melawan ketika diserang sama seperti perusahaan yang menyerang balik para pelanggan yang merugikan perusahaan.
Contoh nyata:
Hal ini pernah dilakukan industri rekaman CD ketika lagu-lagu produksi mereka didowloud dari internet secara gratis. Seharusnya industri ini mencoba memikirkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi dan bukannya menyerang para pelanggannya dengan membawa mereka ke pangadilan.
c. Sikap mundur kembali menjadi budak sama dengan sikap perusahaan yang dalam masa-masa krisis tetap saja bertahan dengan pola lama dan tidak mencoba menemukan sesuatu yang baru.
Contoh nyata:
Ketika harga minyak dunia melonjak naik perusahaan General Motors tetap memproduksi mobil model lamanya yang berukuran besar akibatnya tidak ada yang mau membeli mobil-mobil perusahaan ini. Berbeda dengan General Motor, Toyota mencoba menawarkan sesuatu yang baru dalam masa krisis itu dengan memproduksi mobil-mobil model baru yang irit bahan bakar. Dan hasilnya adalah untuk pertama kalinya penjualan Toyota melampaui penjualan General Motors.
d. Menyerah pada nasib sama dengan sikap perusahaan yang menyerah dan tidak mau
melakukan apa-apa lagi ketika krisis datang.
Contoh nyata:
Pada tahun 1998 ketika harga saham berjatuhan, Jim Cramer bangkrut dan malas untuk berusaha, ia hanya bisa menjual sahamnya yang sudah jatuh nilainya. Tetapi istrinya, Karen Cramer berkeras untuk tidak menjual saham itu. Ia berkemauan keras untuk bangkit kembali dan hasilnya adalah perusahaan mereka pulih kembali.
Keempat sikap di atas di mata orang Yahudi adalah sikap yang bodoh dan bisa menyeret perusahaan ke dasar kehancuran. Karena itu mereka menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan di atas dalam menjalankan bisnisnya. Sebaliknya yang mereka terapkan dalam bisnis ialah perintah Musa yang mengatakan: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."(Kel. 14:13-14).
Menariknya, perkataan Musa ini jelas-jelas membantah keempat sikap di atas:
1. Perkataan: Janganlah takut membantah sikap yang mau bunuh diri.
2. Perkataan: Berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan
diberikan-Nya hari ini kepadamu membantah sikap yang mau melawan.
3. Perkataan: Sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat
lagi untuk selama-lamanya membantah sikap yang mau mundur kembali menjadi
budak.
4. Perkataan: TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja
membantah sikap yang mau menyerah pada nasib.
Inti dari semua perkataan Musa itu adalah hendaknya orang Israel terus maju sekalipun ada ancaman besar dari belakang, yaitu pasukan Firaun dan bahaya yang menanti di depan mata, yaitu Laut Teberau. Demikian juga dalam berbisnis, orang Yahudi bertekad untuk terus maju sekalipun bahaya sedang mengancam bisnis mereka. Memang seperti perusahaan kebanyakan, perusahaan Yahudi ada juga yang rontok ketika diterpa krisis. Tetapi bedanya adalah, sekalipun bisnis mereka gagal bukan berarti itu akhir segalanya. Orang Yahudi selalu bangkit dan terus maju sampai akhirnya sukses dan menjadi kaya raya seperti yang kita saksikan saat ini dalam diri Bill Gates atau Walt Disney.
3. Menjaga Kerendahan Hati
Kehancuran bisnis seseorang bisa dipengaruhi oleh sikap yang angkuh. Keangkuhan itu sendiri mempunyai dua jenis, yaitu angkuh karena arogan, tidak tahu batas kemampuannya dan angkuh karena keingingan untuk mencari kepentingan diri sendiri. Kedua jenis keangkuhan ini terlihat dari hidup dua tokoh Alkitab, yaitu Firaun dan dan Korah. Firaun melihat dirinya sangat kuat, tak tertandingin lagi sehingga ia berani menantang Allah (Kel. 5:2) dan hasilnya adalah kematiannya sendiri di Laut Teberau. Sedangkan Korah menjadi angkuh sehingga ia mau merebut jabatan imam tentu saja untuk kepentingan dirinya sendiri (Bil. 16) dan hasilnya pun adalah kematian.
Contoh nyata kasus Firaun:
Angelo Mozillo yang terkenal sebagai pengusaha sukses ketika di masa krisis tidak mau meminta nasehat para seniornya. Dengan arogan ia merasa mampu mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantu orang lain. Akibatnya ialah perusahaannya mengalami kehancuran.
Contoh nyata kasus Korah:
John Meriwether yang merasa mempunyai kemampuan, meminjam bagitu banyak uang tanpa terkendali untuk memperoleh keuntungan yang besar. Tetapi ketika di masa krisis perusahaannya menjadi hancur.
Sekali lagi, orang Yahudi begitu ketat menjaga diri untuk tidak melakukan dosa keangkuhan ini. Sebaliknya mereka menjalankan bisnis dengan penuh kerendahan hati. Kerendahan hati ini dicontoh dari Musa. Musa yang adalah pemimpin besar ternyata memiliki kerendahan hati yang luarbiasa. Sekalipun ia orang hebat tetapi ketika Yitro, mertuanya yang tidak terkenal itu mengunjunginya, ia menyambut dengan hormat (Kel. 18:7) bahkan ketika Yitro memberikan nasehat untuk mengangkat hakim-hakim, Musa pun menerima itu dengan berbesar hati (Kel. 18:13-24).
Contoh nyata:
John Morgridge membenahi perusahaannya dengan terlebih dahulu mendamaikan setiap karyawannya yang mempunyai masalah dengan keangkuhan – ada perang ego diantara karyawan. Hasilnya pun sangat memuaskan dimana perusahaan itu menjadi produktif dan meraup keutungan yang besar.
4. Belajar dari para leluhur
Saat berbisnis orang Yahudi belajar dari kegagalan maupun keberhasilan leluhur mereka, khususnya Abraham, Ishak dan Yakub.
Dalam Talmud (kitab suci orang Yahudi selain PL) diceritakan bahwa Abraham adalah orang yang memperkenalkan sekaligus menyebarkan monotheisme. Penyebaran monotheisme ini pada awalnya cukup sukses tetapi itu tidak bertahan lama karena Abraham bekerja sendiri. Ia tidak berbagi tugas dengan orang lain dan juga tidak mau membangun wadah pekerjaannya itu.
Contoh nyata:
Perusahaan Vonage pada awalnya sukses menjual layanan telepon internet di pasar. Tetapi karena perusahaan ini dikontrol dari pusat saja dan tidak ada fasilitas layanan untuk pelanggan sehingga para pelanggan meninggalkannya.Layanan pelanggan penting untuk mempertahankan kesetiaan para konsumen.
Berbeda dengan Abraham, Ishak mempunyai sikap yang memulai sesuatu lalu ia lepas tangan dari situ. Ia terlalu memberikan kepercayaan kepada orang lain tanpa pengawasan misalnya dalam kasus pemilihan istrinya (Kej. 24) dan penggalian sumur (Kej. 26:18-22). Akibatnya ialah ia sering diperhadapkan dengan masalah.
Contoh nyata:
Kejatuhan perusahaan Bernie Ebbers disebabkan tidak adanya pengontrolan pembukuan keuangan para eksekutifnya.
Belajar dari pengalaman kakek dan ayahnya, Yakub memadukan kedua sikap di atas. Dalam menjalankan usahanya, Yakub terjun langsung ke lapangan tetapi selain itu ia juga belajar berbagai tugas dengan orang lain dan hasilnya ialah usahanya maju dan dalam waktu yang singkat ia menjadi kaya raya. Sikap inilah yang diterapkan orang Yahudi sampai sekarang dalam semua jenis bisnis mereka.
Contoh nyata:
Howard Jones dalam menjalankan perusahaannya ia mau berbagai tugas dengan bawahannya. Setelah berbagai tugas, ia tetap mengontrol perjalanan perusahaan itu.
5. Mempunyai Kemampuan Bernegosiasi
Dalam Kej. 18:16-33 diceritakan tentang rencana Allah menghukum kota Sodom dan Gomora. Ketika Abraham tahu rencana itu, ia tidak berusaha menghalangi Allah tetapi ia mencoba memberikan penawaran lain, yaitu isu keadilan (Kej. 18:23). Dan hasilnya, yaitu kedua pilihan, baik rencana Allah maupun isu keadilan sama-sama terpenuhi. Orang Yahudi pun setiap kali melakukan transaksi jual beli mereka selalu memperhatikan kemampuan untuk bernegosiasi. Mereka berusaha menghasilkan keputusan yang terbaik, yang sama-sama menguntungkan baik rekan bisnis maupun diri mereka sendiri.
Contoh nyata:
Perusahaan Soutwestern Production Coorperation ketika hendak membeli sumur minyak dari Mobile Cooperation tidak memperdebatkan masalah harga yang tinggi. Mereka memenuhi keingingan Mobile Cooperation dengan syarat diijinkan untuk mulai menggali sumur itu sementara proses transaksi berlangsung. Hasilnya ialah Mobile Cooperation diuntungkan dan Soutwestern Production Coorperation pun diuntungkan karena bisa menggali minyak selagi proses transaksi berlangsung.
6. Memiliki mental kewirausahaan spritual
Dalam dunia usaha ada tiga model, yaitu kewirausahaan klasik, kewirausahaan sosial dan kewirausahaan spritual.
Kewirausahaan klasik menjalankan usahanya dengan tujuan utama untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan sumbangsih buat orang lain atau masyarakat.
Contoh nyata:
Donald Trump
Kewirausahaan sosial menjalankan usahanya dengan cara membuat aksi sosial untuk membantu masyarakat yang kecil. Dan dari situ diperoleh keuntungan perusahaan.
Contoh nyata:
Muhammad Yunus
Kewirausahaan spritual menjalankan usahanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dan keuntungan itu kemudian digunakan murni untuk menolong orang atau untuk keperluan kerohanian.
Contoh nyata:
Lev Leviev, seorang pengusaha berlian memberikan sepuluh persen dari keuntungan perusahaannya untuk kegiatan rohani dan menolong orang miskin.
Dari ketiga model kewirausahaan itu, orang Yahudi selalu memilih model yang ketiga. Mereka berbisnis, bekerja keras dan hasilnya mereka sumbangkan. Akibatnya mereka semakin kaya saja. Seorang tokoh pernah mengatakan demikian: ’Jadikan bisnis anda menjadi tempat untuk beribadah.’ Saat berbisnis dan memikirkan akan hasilnya yang sepuluh persen bagi kebaikan orang lain saat itu kita sedang beribadah.
7. Selalu berpikir postif
Nuh diperintahkan oleh Tuhan untuk membawa dalam bahteranya binatang-binatang yang halal. Perintah membawa binatang yang halal itu dipandang oleh orang Yahudi sebagai sikap yang berpikiran posistif. Jadi dalam berbisnis pun mereka selalu berpikiran positif. Selain berpikiran posistif mereka juga bertindak positif.
III. Penutup
Bagi kita orang Kristen barangkali cara orang Yahudi melihat dan menerjemahkan ayat-ayat Alkitab dalam dunia bisnis mereka keluar dari konteks ayat-ayat itu sendiri. Walaupun demikian, penulis tidak mempermasalahkan soal penafsiran ayat-ayat yang digunkan tetapi penulis menghargai semangat mereka yang mau berbisnis dengan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip Alkitab. Semoga semangat orang Yahudi ini bisa menginsiparisi setiap kita orang Kristen khususnya yang menggeluti dunia bisnis. Biarlah kita berhasil dalam setiap usaha kita dan bisa menjadi berkat bagi dunia ini serta memuliakan Tuhan.
Samuel Novelman Wau, S.Th